Laman

Senin, 17 Oktober 2016

Masjid: Kegelisahan, Cinta dan Ketenangan

Pagi itu selepas perkuliahan berakhir.

Ada yang berbeda, ada perasaan yang diam-diam merasuk ke dalam dada, perlahan tapi pasti bisa saja ia menggoyahkan pertahanan diri yang masih rapuh. Biasanya selepas perkuliahan berakhir saya akan ke kantin bersama dengan teman-teman, tapi pagi itu saya merasa enggan. Ada sebuah perasaan merasa asing, merasa terasing padahal tidak sedang diasingkan. Entahlah, sebuah perasaan yang tidak dapat saya ungkapkan secara gamblang.

"Ke mesjid yuk!" Ajak Matahari sembari menepuk pundakku.

Ajakannya membuyarkan pikiranku yang entah dan saya pun mengikuti langkahnya, menyamai langkahnya. Mesjid yang kami tuju tak lain adalah masjid kampus kami tercinta, masjid yang katanya merupakan masjid kampus terbesar se-Asia Tenggara, Masjid Al-Furqon namanya.

gambar diambil dari facebook kakak tingkat saya.

Meskipun sudah seringkali saya masuk ke dalam masjid ini, saya masih tetap merasakan ketakjuban seperti pertama kali, selain keagungan bangunannya, nuansanya membuat saya jatuh cinta, berkali-kali. Perasaan serupa cinta menyeruak ke dalam sukma, saya ingin selalu terpaut dengannya.

Selepas mengadukan segala kegelisahan pada-Nya, saya duduk di beranda sambil menunggu si Matahari yang belum tuntas melangitkan seluruh hajat dan harapnya. Semilir angin dari ventilasi membelai sekujur tubuh saya, sejuk sekali rasanya. Saya masih terdiam dengan pikiran yang sedang berkelana entah kemana.

"Neng, sendirian aja nih." Seseorang yang kedatangannya tanpa aku sadari, membawa kembali diri pada alam sadar ini. Rupanya ia adalah kakak tingkat saya yang terkenal militan. Dan saya, hanya menjawab sekenanya.

"Kenapa atuh? Mau cerita sama Teteh nggak?" Sebuah pertanyaan menuntut yang lembut. Dengan ragu, akhirnya saya menceritakan kegelisahan yang saya rasakan. Dengan penuh antusias ia menyimak seluruh curahan perasaan saya.

"Itu semua wajar, dek. Teteh juga pernah merasakannya. Merasa terasing, merasa berbeda, merasa takut tidak bisa bertahan, itu semua pernah teteh rasakan juga. Tidak apa-apa, nikmati saja. Hijrah itu kan berproses. Terus minta sama Allaah ya agar kita diberikan kekuatan untuk tetap istiqamah dijalan ini." 

Saat itu, tanggapannya seolah air hujan yang menumbuhkan semacam rasa ketenangan dalam kering dan gelisahnya jiwa. Menimbulkan sebuah kesadaran bahwa orang lainpun pernah merasakan di titik yang sama.

Kemudian ia pun mengajak saya untuk menyimak kembali cerita para sahabat, tentang perjuangan mereka, tentang beratnya ujian mereka, tentang keteguhan dan betapa kokohnya keimanan mereka. Mengambil ibrah dari setiap peristiwa dari kehidupan mereka.

"Nanti kamu sering-sering saja ikut kajian, dek. Biar jiwamu bisa tersirami dan bisa bersilatirahmi dengan saudara-saudara di sini. Ikutan mentoring juga kan ya? Mentoring itu penting dek, setidaknya agar kita tahu bahwa kita tidak sendiri dalam menapaki perjuangan untuk berhijrah ini." 

Saya yang saat itu belum mendaftarkan diri untuk mengikuti mentoring lanjutan—karena kegiatan mentoring sudah berakhir— seolah mendapatkan jawaban taktis atas kegelisahan yang saya rasakan. Bersama Matahari, sayapun mendaftarkan diri untuk mentoring kembali.

Ah, setelah saya ingat-ingat kembali, begitu banyak peristiwa, kegelisahan dan persoalan yang saya alami dan kemudian saya temukan solusinya di masjid ini. Atau setidaknya ketenangan, ya, jiwa saya merasa lebih tenang bila berada di sini dan dengan jiwa yang tenang itu saya dapat berpikir dengan jernih untuk mengatasi dan menyelesaikan persoalan dan ujian yang dihadapi. Ya, menyelesaikan bukan memecahkan. Dengan menyelesaikan semuanya selesai berbeda dengan memecah yang bisa jadi malah semakin rumit, karena akan banyak keping pecahan yang harus kita bereskan.

Tidak ada satupun persoalan, permasalahan, ujian atau apapun namanya, kecuali untuk kita selesaikan, untuk kita menangkan.

Semoga sederhana.

˙˙˙

Masjid adalah sumber dari segala solusi. Pantaslah, mengapa di zaman Rasulullah SAW dulu segala bentuk kegiatan, keputusan dan kebijakan lahir dari masjid. Wahai pemuda, makmurkanlah masjid, niscaya Allaah SWT memberimu petunjuk—alhadist.

—esn—


Tidak ada komentar:

Posting Komentar