Laman

Sabtu, 15 Oktober 2016

Mendobrak Budaya: Aktivis Mahasiswa Itu Lama Lulus Kuliahnya

"Menjadi aktivis mahasiswa itu biasanya suka lama lulusnya. Makanya, aku mending gak ikutan organisasi ini-itu aja lah, biar cepet lulus."

Kata-kata yang dilontarkan salah seorang kakak tingkat waktu itu begitu terngiang di telinga saya. Bukannya apa-apa, hanya, jujur saja, sedari awal menjadi mahasiswa saya mulai terkena pesonanya, diam-diam melirik pandang. Bagi saya yang waktu ikut latihan dasar kepemimpinan mahasiswa untuk pertama kalinya, aktivis mahasiswa itu mempesona dan keren abiz! Apatah lagi waktu pertama kali dibimbing soal manajemen aksi sekaligus simulasi. Masyaa Allaah, terasa sekali mahasiswanya. Fungsi social control serasa melekat di jiwa. Ya, walaupun kalau diingat-ingat, lucuk juga sih. Bentar ya, saya ijin mau tertawa dulu: Hehe.

Jadi, ceritanya waktu itu kami (saya dan teman-teman seangkatan) simulasi aksi, isu yang diangkat waktu itu adalah Mahalnya Biaya PAB a.k.a Penerimaan Anggota Baru di Jurusan sata. Dan, tahu kah? Apa tuntutan kami sewaktu diadakan sesi audiensi sama kakak-kakak panitia setelah terlebih dahulu keliling aksi demonstrasi dan adu pagar betis, basah-basahan dibawah gas air mata bohongan a.k.a balon dan keresek yang diisi air kemudian berhasil menembus pertahanan? Ya, tentu saja yang pertama kami minta adalah transparansi dari dana yang dipungut dari kami penggunaannya untuk apa saja, mereka pun menjelaskan. Setelah penjelasan itu, sependek pemikiran kami, biaya tersebut masih ada dalam batas wajar bahkan bisa dibilang wajar sekali. Sampai akhirnya kami menemukan biaya yang tidak wajar, pada biaya konsumsi. Ya, jadi ceritanya biaya konsumsi ini sangat jauh berbeda dengan biaya yang lainnya, terlalu murah. Kamipun waktu itu bersepakat untuk menuntut: Naikkan biaya konsumsi! Hihi. Sekilas terlihat konyol sekali, kan? Eits, sebentar dulu, maksud hati kami adalah: Tolong berikan kami konsumsi yang layak, agak dimahalin sedikit juga tidak apa-apa, asal konsumsi kami nanti manusiawi dan sehat bergizi. Tapi kenapa solusinya minta naikkan biaya PAB ya? kenapa tidak minta pangkas anggaran lain untuk dialihkan ke konsumsi saja, ya? Hehe. Ah, sudahlah. Itu hanya masa lalu. Namanya juga simulasi, baru pertama kali pun aksi-demonstrasi. Untuk ditertawakan bersama ketika masa tua saja lah, ya. Hehe.

Okay, back to topic. Selang waktu berganti, saya semakin bersemangat untuk gabung di organisasi sana-sini. Karena apa? Karena, pertama saya penasaran. Ya, sifat ini kadung melekat kuat dalam diri. Penasaran apa betul apa yang kakak tingkat saya katakan seperti di atas? Saya penasaran beneran dan dengan sukarela saya mengorbankan diri sendiri untuk membuktikan kebenaran hal tersebut. Karena jika memang hal itu adalah fakta, maka bahaya, karena jelas bersebrangan dengan target saya untuk lulus dalam waktu maksimal 3,5 tahun sementara di sisi lain saya kadung ingin menjadi aktivis, panggilan jiwa: ingin berbuat lebih. Kedua, karena saya ngin mendobrak budaya tersebut. Pembuktian diri. Saya ingin membuktikan dan memberitahu semua mahasiswa bahwa menjadi aktivis mahasiswa itu adalah pilihan tepat dan In syaa Allaah terbaik bagi setiap-tiap diri mahasiswa. 

Meski masih semester satu, nama saya waktu itu sudah tercatat menjadi anggota dan pengurus di beberapa organisasi, baik intra maupun ekstra kampus dan tentunya dengan fokus yang berbeda: penalaran dan penelitian, kajian kebijakan serta keagamaan. Agak kewalahan, memang. Ya, sebagaimana memulai kehidupan baru, tentunya kita membutuhkan penyesuaian. Itupun sama saya rasakan. Meski kadang kelelahan, sampai saat itu saya tetap bertahan dengan seluruh posisi saya, mengusahakan yang terbaik dalam setiap peran saya. Hingga akhir semesterpun tiba, ditengah hiruk pikuk kegiatan mahasiswa, untuk pertama kalinya saya mendapatkan KHS a.k.a Kartu Hasil Studi. Alhamdulillaah, nilai saya sempurna. Sayapun semakin bersemangat menjadi aktivis mahasiswa, yang berprestasi tentunya.

Menjadi staff, menjadi pengurus inti bahkan pimpinan tertinggi dari organisasi pernah saya rasakan. Rapat ini-itu sudah menjadi makanan saya sehari-hari. Menjadi mahasiswa paling awal datang ke kampus sebelum datang pagi dan menjadi mahasiswa paling akhir pulang dari setelah kampus sepi, pernah saya alami. Capek? Tentu saja, tapi Alhamdulillaah saya menikmati sekali. Seperti yang motivator dalam acara Tutorial bilang: Hadapi, Hayati, Nikmati.

Berkah berorganisasi dan terjun menjadi aktivis mahasiswa itu banyak sekali. Sebut saja jejaring yang luas, teman yang banyak, kenalan dari beebagai penjuru negeri dan tentunya pengalaman yang tidak ternilai adalah sepersedikit dari sekian banyak hal yang didapatkan dengan berorganisasi, dengan menjadi aktivis mahasiswa.

Dan, kabar baiknya adalah: AKTIVIS MAHASISWA ITU LAMA LULUSNYA HANYALAH MITOS BELAKA. Saya sudah membuktikannya. Ya, meskipun target saya sedikit meleset karena saya satu dan lain hal yang tidak ada hubungannya dengan menjadi aktivis mahasiswa saya belum bisa lulus 3,5 tahun. Namun, Alhamdulillaah saya dapat menyelesaikannya dalam waktu 3,8 tahun dan dengan IPK yang nyaris sempurna, Alhamdulillah Cum Laude juga. Dipercaya sebagai salah satu lulusan terbaik juga. Sempat jadi mawapres juga, ya, meskipun hanya sampai fakultas, lumayan lah ya, karena waktu itu saya sedanh hoby-hobynya riweuh mengurusi aksi. Hehe. Bukan. In syaa Allaah saya bukan sedang berbangga diri, apatah lagi menyombongkan diri. Da aku mah apa atuh? Hanya butiran debu jika tanpa pertolongan-Nya. Saya hanya sedang mengingat kembali mengenai capaian diri, sembari berbagi, barangkali akan ada yang terinspirasi. Semoga saja, tidak berlebihan.



Well, akan lama atau sebentarnya masa pendidikan kita akan sangat tergantung pada diri kita sendiri. Tergantung kita membulatkan tekad kita. Tergantung kita mengatur waktu kita. Tergangung kita menyiasati peran diri kita. Ya, semua tergantung kita. Tergantung bagaimana kita menata pola pikir kita. Tergantung bagaimana kita memandang tantangan yang ada. Tergantung dengan siapa dan apa buku bacaan kita. Ya, siapa temanmu dan apa bacaanmu akan berpengaruh besar terhadap hidupmu, setidaknya dalam kurun waktu 5 tahun ke depan. Begitu menurut penelitian.

So, jangan pernah takut akan lulus lama ketika telah memutuskan dan memantapkan diri untuk menjadi aktivis mahasiswa, ya. Tenang saja, kita masih bisa mendobrak budaya yang ada. Biarlah orang berkata apa, kita tunjukan saja kemampuan kita. Buktinya, saja saja bisa, apatah lagi kamu, iya kamu, yang luar biasa!

Semoga sederhana.

˙˙˙
Tulisan ini teruntuk adik-adikku, mahasiswa, yang masih saja ada yang meragu untuk menjerumuskan dirinya menjadi 'mahasiswa seutuhnya'. Mahasiswa yang bergerak sesuai dengan peran dan fungsinya sebagai mahasiswa, yang tidak hanya melulu beegelut dengan dunia akademik saja. Sudah, itu saja. Hilangkan keraguanmu itu, dek. Sekarang, giliran kamu naik pentas!

—esn—

Tidak ada komentar:

Posting Komentar