Rabu, 27 Juni 2018

(Bukan) Ulang Tahun

Seperti tahun kemarin, Ramadhan-Syawal kali ini masih jatuh di bulan Juni. Bulan dimana Bunda melahirkan sekaligus kehilanganmu. Ah, rasanya ada debaran yang berbeda ketika kumandang takbir mulai bergema di seantero sudut desa, tempat kelahiran kita. Masih lekat bagaimana tahun lalu kita berjuang bersama, semuanya semakin menyata terasa saat Bunda menengokmu di pusara. Biidznillaah, satu tahun berlalu jua.

Kakak! Tahun ini, in syaa Allaah akan bertambah lagi anggota keluarga kecil kita, kamu sudah akan menjadi kakak, nak. Masya Allaah, begitu indah skenario Allaah dan takdir terbaiknya. Kepergian digantikan-Nya dengan kehadiran, pedih air mata digantikan-Nya dengan binar tawa bahagia, tapi in syaa Allaah tempat kakak di hati Bunda, tidak akan pernah tergantikan selamanya. Akan selalu ada tempat terbaik untuk setiap putra/putri bunda. 

Titip salam untuk yang mangasuhmu, di sana ya! Sampai Jumpa, Cinta. :)


Selasa, 13 Maret 2018

Berkabar #1

Entah sudah berapa purnama saya tidak mengunjungi laman ini, laman yang dulu saya buat untuk membekukan waktu, merekam jejak perjalanan kita. Orang bijak bilang, hanya waktu yang bisa menyembuhkan luka, trauma. Dan dengan polosnya, saya percaya saja. But, it's work for me!

Hari-hari kemarin saya memutuskan untuk menyimpan semuanya sendiri, namun hari ini saya memutuskan untuk kembali membagi, memberi kabar. Itulah mengapa postingan ini berjudul #Berkabar. Ya, kemarin-kemarin saya tidak memberikan ruang untuk orang lain mengetahui perasaan saya, menghindari pertanyaan yang sekiranya berpotensi membuka memori otak saya, flashback, sampai beberapa inbox yang masuk dengan pertanyaan macam "teh, kemarin itu dedek kenapa ya kalau boleh tahu? biar jadi pembelajaran buat saya" saya abaikan, maafkan. Atau, yang langsung bertanya dan saya tak dapat menghindarinya hanya saya jawab dengan Qadarullaah.

Hari ini sudah (sangat) lebih baik dari hari kemarin, in syaa Allaah. Saya sudah bisa mengurai cerita dengan lebih tertata. Takdir hari-hari kemarin memberikan saya begitu banyak pembelajaran, begitu banyak hikmah (yang mungkin bisa saya bagikan denganmu yang berkenan, in syaa Allaah). Hijrah, itulah yang saya lakukan untuk mengurai sekaligus menyelami kedalaman takdir-Nya, meninggalkan tempat kelahiran untuk sementara, menyusuri keluasan bumi-Nya. Membasuh segala rasa, berganti kabar bahagia. Alhamdulillaah.

pada akhirnya,
semua yang ada akan kembali tiada
yang datang akan berganti pergi
seusia jatah jagad ini

keberadaan hanyalah fana semata
keterikatan itulah sejatinya
tanpa jarak, dimensi dan rupa
hanya rahmat-Nya

aku di sini,
mencintaimu dari ketiadaan wujudmu,
mencintaimu hingga ketiadaan wujudmu,
mencintaimu selama Rabb meridhoiku.

[Parung, 14 Maret 2018]

Senin, 18 September 2017

SHANUM MOUNIRA AHMAD

tiga puluh sembilan minggu empat hari kau dan aku menyatu menjadi kita dalam diri yang sama, melakukan semua-segala-seluruh hajat hidup bersama, bertumbuh dan berkembang bersama, belajar bersama, berjuang bersama...

hingga di hari yang cerah itu kau memberi tanda; kesiapan untuk menjejaki dunia, dan jangan kau tanya bagaimana rasa itu membuncah di dada, rasa yang tak pernah terbayangkan sebelumnya, bahagia tiada terkira, sesaat lagi aku menjadi bunda...

dua puluh satu jam (semenjak tanda pertama) lamanya kita bertaruh nyawa, aku kerahkan semua yang aku bisa untuk menghantarkanmu terlahir ke dunia dengan senyamannya, walau akhirnya ada intervensi lain juga, tak apa, asal kau selamat, cinta...

tangismu untuk pertama kalinya tak akan pernah kulupa, bagai setetes air ditengah dahaga, menyegarkan jiwa, menyejukkan hati yang lama menanti, mengenyahkan segala rasa sakit yang tidak dapat dipungkiri, menumbuhkan selaksa cita dan gelora asa...

empat hari kita melalui hari-hari dengan begitu indahnya, hadirmu adalah hadiah, adalah berkah, adalah karunia, adalah rahmat dari Tuhan yang Esa. kau adalah kehadiran yang menyempurnakan, adalah kebahagiaan yang mengutuhkan, adalah buah hati dan separuh jiwa...

dua hari setelahnya kita harus kembali berjuang bersama, dengan kondisi yang berbeda, kau yang menjadi pemeran utama dan bunda hanya bisa melangitkan do'a, melafalkan harap dan mengajakmu berbicara tentang rencana masa depan kita...

Allaah lah pemilik segalanya, penentu dan sebaik-baik perencana, kita punya rencana, Dia punya rencana dan rencana-Nya lah sebaik-baik rencana. meski kadang rencana-Nya tak sesuai dengan ingin kita, walau jiwa kita kadang tak mudah untuk menerima, tapi tetaplah sebaik-baiknya...

hari keenam kelahiran artinya sama dengan hari pertama kepergian, kepergian yang tentu saja tidak pernah terbayangkan, tidak pernah terbayangkan. namun, ketika takdir sudah tertulis, kita bisa apa? ya, hanya bisa berserah pada-Nya dan memohon agar dijadikan ridho akan ketetapan-Nya...

jangan kau tanya bagaimana hati bunda, luluh lantah-porak poranda atau istilah lain di atasnya tak akan cukup mampu menggambarkan apa yang bunda rasa... 

Ananda tercinta,

seperti kehadiranmu yang membuat bunda belajar banyak-banyak belajar, kepergianmu pun sama...

terima kasih telah hadir dan mengisi ruang di hati bunda, ruang itu selalu untukmu, takkan pernah tergantikan, selamanya...

terima kasih telah berjuang bersama, Allaah senantiasa mengetahui dan takkan pernah luput akan perjuangan kita...

tenanglah di sana wahai jiwa yang puas lagi diridhai-Nya, in syaa Allaah, nyamanlah dalam dekap cinta dan asuhan Nabi Allaah Ibrahim A.S. sampai berjumpa kembali di hari yang bahagia, sebagaimana telah dijanjikan-Nya...

Bunda mencintaimu,

dan akan selalu begitu!


"semoga (engkau) menjadi pahala yang disegerakan, tabungan abadi dan sumber pahala bagi kami..."

Kamis, 27 Oktober 2016

Hasil Test Pack Samar: Positif atau Negatif?

Well, pertama-tama saya mau mengucapkan selamat hari blogger nasional. Yeah! Ternyata eh ternyata blogger punya hari raya nasional-nya juga ya, saya juga baru tahu sebetulnya kalau tanggal 27 Oktober ini diperingati sebagai hari blogger nasional. Wah, di hari blogger yang berbahagia ini, saya tidak mau ketinggalan, saya harus membuat tulisan *sambil ngencengin iket kepala* padahal sedang malas-malasnya. Hmmmm. Saya punya harapan, harapan saya di hari blogger ini adalah saya ingin menjadi blogger pro, semoga, ya, someday, in syaa Allaah! Ya, meskipun baru rajin merawat blog kemarin sore *hehe* saya tetap berharap agar blog saya ini bisa terus bertumbuh, bertambah dan berkembang melebihi usia perkembangannya. Iya, ini blog saya, hasil perasan pertama pikiran dan perasaan yang saya besarkan seperti anak saya sendiri *hadeuh, korban iklan* #ifyouknowwhatimean :D
Do'akan saya agar istiqamah menulis dan nge-blog-nya, ya! :)

Baiklah, karena tulisan kali ini bukan akan membahas mengenai hari raya blog yang saya sendiri belum mencari tahu bagaimana asal usulnya dan saya bingung juga sebetulnya mau menulis apa *hehe* maka, mari kita kembali ke judul yang sudah kadung saya tuliskan, yakni mengenai Hasil Test Pack yang Samar. Ya, tulisan ini memang sangat spesifik sekali, peruntukannya bagi ca-mahmudah a.k.a calon mamah muda nan shalihah (Aamiin) memang sangat kentara sekali. Tapi, bukan berarti di luar mereka tidak boleh membaca, ya. Semua orang boleh saja membaca—kalau mau dan perlu, terutama calon bapak-bapaknya, membaca tulisan ini sangat disarankan, sehingga punya pengetahuan juga soal yang beginian

hasil testpack yang (sangat) samar. kelihatan tidak garisnya?

Yap! TEST PACK a.k.a alat uji kehamilan untuk digunakan di rumah. Karena memang untuk pemakaian rumahan, cara kerja alat ini sangat mudah sebetulnya, keterangan mengenai bagaimana cara penggunaannya sudah sangat jelas juga dalam keterangan di kemasannya, pun dengan cara membaca hasilnya:

SATU GARIS = NEGATIF. Artinya kita harus lebih giat untuk berikhtiar lagi, in syaa Allaah, hasil tidak akan mengkhianati usaha koq, hanya memang belum sampai pada waktunya saja, tetap semangat ya. Jangan berkecewa! :)

DUA GARIS = POSITIF. Artinya kita harus berikhtiar untuk dapat menjaga 'sesuatu' yang sedang bertumbuh-kembang di dalam rahim kita itu dengan sebaik-baiknya, ya. Ikut berbahagia! :)

Nah, kalau HASIL TEST PACK YANG SAMAR gimana?

Eh, itu gimana maksudnya?

Memangnya ada yang hasilnya seperti itu?

Begini, jadi hasilnya itu sukar terbaca, mau dibilang garisnya hanya satu, terlihat ada dua garisnya. Mau bilang garisnya ada dua, tidak begitu terlihat juga garisnya. Membingungkan, bukan?

Iya, ternyata hasil seperti itu ada. Dan saya sendiri pernah merasakannya. Hasil uji kehamilan yang saya lakukan suatu ketika memperlihatkan hasil yang samar, seperti yang saya tampilkan dalam gambar.

Mendapatkan hasil yang seperti itu, saya merasa bingung sekali. Di satu sisi, tidak dapat dipungkiri, seperti ada bunga-bunga yang bertebaran di sekitar tubuh saya, senyum saya merekah bahagia: Alhamdulillah, garisnya dua, bathin saya. Di sisi lain, tanda tanya yang tidak kalah banyaknya juga bertebaran dimana-mana, wait, sebetulnya ada satu atau dua, ya, garisnya? Hmmm. Apakah kamu pernah merasakannya juga?

Ditengah kebingungan itu, tetiba handphone saya menyala, ada chat masuk di whatsapp, dari guru ngaji saya, ternyata. Beliau juga seorang bidan. Qadarullaah, dalam chat itu beliau menanyakan mengenai kehamilan juga. Ya, beliau mengetahui persis riwayat kehamilan saya sebelumnya juga, ceritanya bisa dibaca DI SINI. Masyaa Allaah, saat itu saya berpikir betapa Allaah Maha Romantis, selalu mengetahui apa yang sedang dibutuhkan hamba-Nya. Mendatangkan pertolongan-Nya dari arah yang tidak terduga. Ya, saat itu saya membutuhkan pertolongan, saya membutuhkan pencerahan. Akhirnya saya ceritakan kepada beliau mengenai hasil uji kehamilan saya yang samar tersebut.

Dari hasil berdiskusi dengan beliau dan hasil baca membaca juga, berikut adalah penyebab dan hal-hal yang dapat kita lakukan ketika mendapati hasil uji kehamilan yang samar. Check it out!

Pertama, membaca hasil tes terlalu lama. Waktu yang tepat untuk melihat dan membaca hasil tes adalah 1-3 menit setelah stik tersebut bersentuhan dengan urine dan diletakkan dalam kondisi datar. Jangan membaca hasil tes lebih dari 8-10 menit setelahnya karena hasilnya sudah tidak akurat lagi. Urine yang menggenang terlalu lama di stik membuat seluruh stik basah dan memungkinkan untuk memunculkan garis samar tersebut.

Untuk kasus saya, saya sendiri lupa dalam menit ke berapa persisnya saya membaca hasil tes tersebut, hanya seingat saya, saya melihat kembali hasil tes tersebut setelah saya membuangnya karena 'merasa' melihat ada dua garis setelah sebelumnya saya hanya melihat satu garis. Dan, ya, hasilnya saya melihat satu garis cerah dan satu garis yang sangat samar.

Kedua, lakukan tes ulang. Untuk mengetahui hasil yang sesungguhnya dapat dilakukan pengujian ulang. Tes ulang disarankan untuk dilakukan dalam waktu 3-7 hari kemudian. Kecuali apabila 'tamu bulanan' datang duluan, tes ulang tidak perlu lagi untuk dilakukan.

Waktu itu saya melakukan tes kehamilan bukan dalam keadaan 'sudah telat', tetapi H-1 sebelum biasanya 'tamu bulanan' datang. Bukan memakai urine pertama di pagi hari juga, karena saya hanya iseng-iseng saja. Hehe. Kebetulan beberapa hari terakhir saya selalu pusing yang 'melayang', setiap pergantian posisi dari duduk ke berdiri saya merasa pusing sekali. Teringat punya testpack, yasudah lah daripada di-anggur-in mending di-apel-in, kan? Hehe.

Ketiga, ganti alat tes. Begitu banyak merek dan jenis alat tes kehamilan. Mulai dari stik tunggal, stik bersama wadah penampung, yang compact hingga yang menggunakan semacam pipet tetes. Dari yang harganya ribuan hingga harganya puluhan ribu. Tinggal dipilih sesuai dengan kemampuan, namun diusahakan harus lebih bagus dari yang sebelumnya digunakan.

Alat tes yang saya gunakan waktu itu merupakan alat tes seharga (((lima ribuan))) yang saya iseng beli di apotik karena baru tahu ternyata ada yang harganya semurah itu dan saya penasaran bentuknya seperti apa. Hal ini tersadarkan oleh pak suami, saya baru ingat harga dari testpack tersebut ketika suami menanyakannya, dan kemudian saya hanya bisa tertawa geli sendiri ketika beliau bilang: "buat anak koq coba-coba, masa murah." Hehe. Namanya juga emak-emak, ya, niat hati mah: hemat beb! Sampai pada hasil itu, saya mengamini bahwa: ya, ada harga ada kualitas.

Keempat, segera periksa diri ke dokter. Apabila sudah melakukan tes ulang, kemudian mendapati hasil tes negatif tetapi sudah berlalu lama si 'tamu bulanan' tidak juga datang. Atau, ketika mendapati hasil positif tetapi si 'tamu bulanan' tetap datang. Apabila mendapati hasil yang seperti itu, bisa jadi ada yang tidak beres dalam diri kita. Maka, segera perikasakan diri ke dokter, ya! Tapi, mudah-mudahan kita semua terhindar dari segala penyakit, ya. Tenang saja, la yu kallifu nafsan illa wus'aha — Allaah tidak akan membebani makhluk-Nya di luar batas kesanggupannya (Al-Qur'an).

So, untuk memastikan hasil positif atau negatif dari hasil testpack samar tersebut, setidaknya dapat dipastikan setelah pengujian ulang dilakukan. Tetapi, katanya, biasanya, kebanyakan, yang hasilnya seperti itu tuh, biasanya, memang positif namun masih terlalu sangat muda usia kehamilannya sehingga masih sangat sedikit kadar Hcg dalam urine-nya. Uhuk.

Wallahu'alam Bishawab.

Sudah itu saja.

Mungkin hanya itu yang dapat saya bagikan.

Semoga bermanfaat.


Salam Hangat,
—esn—

Selasa, 25 Oktober 2016

Saat Allaah Menjawab Setiap Harap dan Do'a: Jangan Pernah Berputus Asa Dari Rahmat-Nya

ada cerita dibalik gambar yang terrekam mata kamera
Entah, bagi saya, selalu saja menarik untuk menyimak bagaimana dua anak manusia dipertemukan-Nya dengan cara yang sangat rahasia. Sanking rahasianya sehingga tidak akan pernah sama bagaimana cerita pertemuan dua orang manusia yang satu dengan manusia yang lainnya. Ya, Setiap manusia memiliki ceritanya masing-masing, memiliki jalan rahasia-Nya masing-masing.

Pun juga dengan menyimak ujung dari sebuah penantian, selalu berhasil membuat penasaran. Tak jauh berbeda dengan menyimak jawaban-Nya atas do'a-do'a yang dilangitkan para anak manusia, selalu menarik untuk disimak kisahnya. Dan, tentu saja untuk diambil ibrahnya, untuk diambil pelajarannya.

Berikut ini adalah kisah-kisah nyata yang berhasil terrekam dalam ingatan saya, kembali saya ceritakan di sini sehingga dapat kita ambil hikmahnya, agar dapat dipetik bunga pelajarannya bersama-sama.

Saya ingat, saat itu penghujung 2011, dalam suatu forum pada suatu pagi yang sejuk di depan auditorium lt. 2 FPMIPA pada sesi tanya-jawab, muncullah sebuah jawaban yang pada waktu itu membuat saya —dan mungkin juga teman-teman saya tidak habis pikir. Jawabannya kurang lebih begini; “kelak, teteh pengen nikah sama orang yang sama sekali belum pernah teteh kenal sebelumnya.” Tentu saja, jawaban tersebut tidak lolos begitu saja, kami yang ditakdirkan kelewat kritis dari sananya waktu itu menghujani jawaban tersebut dengan berbagai macam tanggapan. Hingga mendaratlah kata-kata pamungkas: “nanti juga kalian akan paham…” ditutup dengan senyum yang manis sekali.

Waktu terus berjalan, dan kami berhasil dibuat penasaran. Sepanjang perjalanan sedikit demi sedikit kami mulai mengerti keinginan teteh kami tadi, meskipun terkadang masih saja muncul ketidaksetujuan di benak kami, maklumlah kami baru saja mengerti belum sampai memahami. Hehe. Alibi. Semakin ke sini kami semakin mengerti dan sedikit demi sedikit sudah mulai memahami. Hingga akhirnya, beberapa tahun setelah itu, Qadarullaah, Allaah menjawab keinginan teteh kami tersebut. Beliau menikah, dengan orang yang entah, kami tidak pernah mengenalnya sebelumnya dan tentu saja, beliaupun sama sekali tidak mengenalnya. Tak! Setidaknya begitu cerita yang saya dapatkan dari yang bersangkutan dan harap yang sama ternyata dilangitkan juga oleh sesosok manusia yang kini sudah resmi menjadi suaminya. 

Masyaa Allaah, saat Allaah menjawab ucapanmu —yang bisa jadi dicatat sebagai do’a dan diAamiinkan para malaikat— indah, bukan? Dan sekarang saya tahu bahwa kata Ustadz Salim, mengutip Sabda Nabi: “Ruh itu ibarat tentara, jika kodenya sama, sandinya nyambung, meskipun belum pernah melihat mereka akan saling bersepakat.” Lebih dari sekedar keren, kan? Inilah yang disebut dengan KEIMANAN.

Di lain waktu, teteh kami yang lain pernah bercerita, tentang sahabatnya. Beliau bilang bahwa satu-satunya kriteria yang sahabat beliau pertahankan untuk calon suaminya adalah seorang dosen —kami sebetulnya tidak dijelaskan alasannya kenapa hanya saja kami bersepakat bahwa kriteria beliau tersebut akan membawa lebih banyak kebaikan.

Tidak pernah lelah, orang tersebut meminta kepada Allaah. Setiap saat, setiap waktu, kapan pun itu. Saat orang lain yang mengetahui keinginannya mulai pesimis, yang bersangkutan tetap optimis. Hingga sampai di batas waktu, Allaah menjawab harap itu. Menikahlah ia dengan seseorang yang berprofesi seorang dosen. Persis, sesuai harap dan do'a yang dilangitkannya. Masyaa Allaah.

Tidak jauh berbeda dengan cerita sahabat dari sahabat saya yang lainnya. Konon, ketika sedang bersekolah di jenjang menengah atas, ia memiliki kecenderungan kepada seorang laki-laki yang pernah ia lihat sekali ketika upacara, mereka terpisah sekolahnya sebetulnya, hanya pada kesempatan itu mereka melakukan upacara bendera bersama. Perasaan itu begitu menggelayutinya tapi ia ingin tetap menjaga, hingga menumbuhkan sebuah inisiatif untuk melangitkan do'a di waktu mustajab do'a: ketika adzan dan iqamah.

Terus menerus, ia melafal do'a yang sama agar dibersamakan dengan orang yang membuatnya jatuh cinta pada pandangan pertama dan meminta ditunjukkan jalan-Nya setiap waktu antara adzan dan iqamah tiba. Qadarullaah, penantiannya bertemu ujungnya juga, suatu hari laki-laki itu datang ke rumahnya dan menyampaikan niat untuk meminangnya, meminta izin sekaligus restu walinya.

Masyaa Allaah, sekali lagi, saat Allaah menjawab, tidak ada yang tidak mungkin, kan? Inilah buah dari KEISTIQOMAHAN.

Beberapa bulan yang lalu, teteh bercerita juga tentang salah seorang sahabatnya. Katanya, sahabatnya Allaah takdirkan untuk menikah lebih cepat namun tidak ditakdirkan untuk memiliki keturunan dalam waktu singkat. Setelah sekian lama menantikan, setelah segala cara dan usaha diikhtiarkan dalam kurun waktu tak kurang dari lima belas tahun pernikahan.

Akhirnya sahabat beliau tersebut sampai pada titik pasrah hingga ia bilang kepada suaminya, begini: “Mas, segala upaya telah kita coba namun tak berbuahkan hasil juga. Saya pasrah. Maka hari ini, jika Mas memang betul-betul menginginkan keturunan, saya ikhlaskan mas menikah lagi…” Dramatis ya? Tapi hal tersebut nyata. Dan Allaah menjawabnya. Tak berselang setelah kata-kata itu terucap, suaminya diberikan keturunan juga, tapi tentunya bukan dari wanita  yang lain. Ya, beliau dinyatakan hamil oleh dokter. Allaahu Akbar! Inilah yang akan dipanen dari sebuah KEIKHLASAN.

Dari rangkaian cerita mereka, semoga dapat diambil ibrahnya.

Semoga sederhana.

˙˙˙
Teruntuk seseorang yang meminta petuah diri ini, sungguh tiada sesuatu apa pun yang dapat saya beri, namun sudah sepatutnya untuk kita saling berbagi, maka hanya rentetan kisah ini yang mampu saya bagi, semoga saja bisa menginspirasi.

Wahai, mohon jangan pernah lelah, ya! Jangan pernah lelah untuk Jaga Iman, Jaga Istiqomah, Jaga Ikhlas. Dan jangan lupa, Jaga Niat dan Jaga Hati. Jangan, jangan pernah sekalipun mencoba untuk berputus asa dari rahmat-Nya —Al-Qur'an.

p.s. jaga Diri juga cuaca akhir tahun ini cukup ekstrim, jangan lupa minum multivitamin.

—esn—

Jumat, 21 Oktober 2016

Mencintai Kehilangan #2

Ada yang selalu aku nantikan, kehadiran.
Ada yang selalu aku takutkan, kehilangan.
Tapi aku tidak mau hilang ingatan,
bahwa semua telah digariskan.

...

Ini merupakan cerita lanjutan, baca terlebih dahulu cerita sebelumnya di sini ya! :)

Hari itu Sabtu, tiga hari berselang selepas kita semua bersama-sama merayakan hari kemerdekaan negara kita tercinta: Indonesia. Saat itu, sependek perhitungan yang saya lakukan usia kehamilan saya sudah akan memasuki periode akhir trimester pertama. Sementara usia janin bisa jadi berselisih sekitar satu sampai tiga minggu kurang dari usia kandungan.

ilustrasi dari app pregnancy+ per tanggal 18 Agustus 2016

Singkat cerita, sabtu itu kami (saya dan suami) ikut gerak jalan santai yang diadakan dalam rangka memeriahkan HUT RI Ke-71. Ya, Mengingat kehamilan saya yang tidak memiliki keluhan apa-apa dan kegiatannya ringan juga, kami ikut dalam kegiatan tersebut. Kegiatan pun berjalan dengan lancar. Setelahnya, semua masih tetap baik-baik saja, saya sehat-sehat saja, saya tidak merasakan pegal atau apa pun, karena memang kami pulang duluan dan tidak mengikuti semua rute jalan juga sih. Hehe.

Hingga sore itu...

Tiba-tiba, tanpa didahului rasa sakit, kram, kontraksi atau apa pun itu, ada —maaf— darah segar yang keluar. Saya mengalami pendarahan ringan. Iya, pendarahan, bukan flek, meski waktu sore itu hanya satu sampai dua tetes.

Karena suami sedang di luar rumah. Segera saya chat suami agar setelah acara selesai langsung pulang untuk mengantar saya memeriksakan diri ke bidan. Tapi memang dasar suami saya (suka gagal romantis) humoris, beliau malah balas chat saya dan bilang nanti saja pulangnya sekalian ba'da isya, menyuruh saya untuk sabar menunggu, padahal, ternyata, ketika beliau mengirim chat itu orangnya sudah ada di depan pintu. Ckck.

Sesampainya di rumah saya sampaikan terkait pendarahan tersebut dan minta antar ke bidan. Suami langsung kaget dan panik, padahal itu sama sekali bukan karakternya. Lalu, keluarga segera menghubungi bidan. Alhamdulillah, setelah dihubungi, bidan segera datang ke rumah saya untuk memeriksa keadaan saya. Hasil pemeriksaan menunjukkan bahwa tekanan darah saya normal. Hanya saja, karena usia kandungan yang relatif masih muda, detak jantung janin belum terdeteksi (ditambah lagi alatnya yang agak sedikit rusak sehingga hanya terdengar gresek-gresek gitu --"). Bu bidan menyarankan saya untuk bedrest dan segera memeriksakan diri ke DSpOG.

Besoknya, setelah dibuatkan janji oleh bidan, saya memeriksakan diri ke Klinik tempat praktik DSpOG tersebut, ketepatan tempatnya tidak jauh dari rumah. Pagi itu, ternyata sudah cukup banyak pasien yang hendak memeriksakan diri. Tetesan darah yang keluarpun masih terasa sesekali. Setelah menunggu antrian yang cukup lama, saya ditemani suami masuk ke dalam ruangan pemeriksaan, saat itu saya berada di titik pasrah-sementara: apapun yang terjadi, terjadilah...


Ibu dokter kemudian memeriksa kandungan saya, saya berbaring untuk melakukan pemeriksaan melalui USG. Dari hasil USG tersebut dokter menyatakan bahwa usia janin sekitar 9-10 minggu tetapi kandungan saya tidak dapat dipertahankan. Ibu dokter menerangkan perkembangan janin sesuai dengan usianya dengan bahasa kedokteran yang masih dapat kami mengerti kemudian dikomparasikan dengan kondisi janin kami, hingga akhirnya dokter bilang: "singkatnya mahjanin dalam kandungan Ibu teh, sudah meninggal dalam usia 7-8 minggu dan harus segera dibersihkan.."

Innalillaahi wa innailaihi rajiuun...

hasil USG —pertemuan terakhir kita— tanggal 21 Agustus 2016

Saat itu, dokter tidak dapat memastikan penyebab keguguran yang saya alami. Faktor penyebab keguguran itu cukup banyak dan tidak dapat digeneralisasi. Apalagi ini merupakan kehamilan pertama, sulit untuk memastikannya. Suami saya lebih tanggap, suami lantas bertanya, mengenai cara 'pembersihan'nya. Dokter mengatakan bahwa dengan usia kandungan saya yang saat itu 3 bulan lebih beberapa hari, maka sudah tidak bisa dibersihkan dengan memakai obat peluruh dan saya harus menjalani kuretase. Pilihan yang diberikan saat itu hanya kuretase tidak ada pilihan lain. Hanya saja, waktunya bisa saat itu juga di Klinik tersebut dengan terlebih dahulu diinformasikan mengenai biaya administrasi yang harus disediakan atau dapat dilakukan besok-besoknya di RSUD Majalengka atau Kuningan, diberi rujukan.

Saat itu belum ada keputusan dan kami memilih pulang untuk bermusyawarah dengan keluarga. Dalam perjalanan pulang, saya mulai gamang, rupanya otak saya mulai menyadari mengenai hal tersebut. Kehilangan. Sesuatu yang saya cintai, sesuatu yang selama lebih dari tiga bulan bersemayam dalam rahim saya akan segera hilang, akan kembali berpulang.
Akhirnya kami memutuskan agar tindakan tersebut dilakukan hari itu juga. Ditemani suami, mamah dan kakak saya berangkat kembali ke Klinik. Jika dapat dibilang operasi, maka itu adalah operasi pertama yang saya alami sepanjang hidup saya (dan saya tidak mau mengalaminya lagi!). Sesampainya di klinik, saya diberikan obat serbuk dengan cara ditaruh di bawah lidah saya kemudian membiarkannya luruh tanpa boleh dibantu dengan air minum sedikitpun. Rasanya? Tentu saja pahit. Sepahit kenyataan hari itu...

Saya lalu disuruh puasa, dalam artian tidak boleh makan dan minum sampai selesainya proses kuretase. Sesaat setelah itu, obat tersebut rupanya mulai menunjukkan reaksinya, saya mulai merasakan sakit perut yang amat sangat tidak nyaman, dan tidak lama mulailah pendarahan yang cukup deras. Saat itu, saya belum masuk ke ruangan operasi, sehingga masih bisa sandaran pada suami. Saya bersyukur, kejadian itu berlangsung ketika suami berada di sisi, sehingga saya tidak merasa berjuang sendiri. Kembali kita #BerjuangBersama. Tidak berselang lama, saya diminta untuk masuk ke ruangan. Sendirian.

Saat itu, sungguh, saya tidak merasakan ketakutan, mungkin otak dan tubuh saya sudah mulai memasuki fase penerimaan. Perlahan mulai menerima akan takdir yang telah Tuhan gariskan. Saya ingat, perawat meminta saya berbaring, menyelimuti saya, kemudian dokter datang membawa suntikan dan meminta saya untuk tidur. Setelah itu, saya tidak ingat lagi. Rupanya suntikan itu merupakan anestesi dan saya dibius total.

Sekitar satu jam kemudian —katanya—kuretase selesai, saya mulai sadar tidak sadar. Ah, rupanya efek obat biusnya belum sirna sempurna. Setelah agak sadar saya diperbolehkan untuk istirahat diruang perawatan yang lebih nyaman, berpindah dari ruang tindakan. Tak berselang lama, kesadaran saya muncul sepenuhnya. Saya melihat suami saya membawa barang belanjaan berupa keperluan pasca 'melahirkan' dan juga makanan kesukaan saya. Setelah mengambil obat dan semuanya beres, Alhamdulillah, hari itu juga saya diperkenankan pulang, setelah kamu terlebih dahulu pulang.








Sesampai di rumah, setelah sedikit berbincang saya kembali tertidur dan terbangun ketika banyak tetangga berdatangan. Ya, kekeluargaan antar tetangga di sini sangat baik, apabila di antara tetangga yang terkena musibah/sakit/kecelakaan mereka akan menyempatkan diri untuk menjenguk dan turut berduka cita. Kedatangan mereka cukup membuat saya haru dan dari mereka saya banyak mendapatkan pelipur lara, berupa kata-kata motivasi dan nasihat yang mengingatkan saya pada kekuasaan Tuhan, Allaah SWT.

Sore hari itu, tanpa terasa ada yang mulai mengalir kala saya mendengar suami melafal Q.S. Yasin selepas shalat Asharnya. Bukan, In syaa Allaah bukan saya meratapi, airmata itu keluar begitu saja, di luar kendali. Mungkin waktu itu saya masih butuh waktu untuk menyesuaikan diri dengan apa yang terjadi. Ya, rupanya, saya masih butuh cukup waktu untuk kembali memenuhi ruangan yang terasa kosong tanpa pernah betul-betul terisi itu untuk menjadi utuh kembali. Saya pun mentoleransi sekaligus mengingatkan diri: boleh mengekspresikan duka tapi jangan berlama-lama.

Puncaknya, sekitar malam ketiga pasca tindakan, tetiba saya menangis tanpa tahu sebabnya. Entahlah, rasanya ada desakan di dalam dada yang tak mampu saya ungkapkan kecuali lewat derai demi derai airmata yang menganak sungai di pipi saya. Ia mengalir dengan derasnya, tanpa bisa lagi saya membendungnya. Saya menumpahkan segala, sambil saya bersandar pada pundak kokohnya yang terasa bergetar. Ah, rupanya ia pun ikut menangis dengan tertahan. Mungkin, sebagaimanapun ia juga merasakan kepedihan yang mendalam yang sama, bedanya ia harus tetap terlihat tegar, karena ia sepenuhnya menyadari bahwa di sisinya ada istri yang harus dikuatkannya.

Kemudian, suami saya mulai bercerita tentang ia yang 'terpaksa' menjadi anak pertama setelah kakaknya meninggal dalam usia 12 jam setelah ia terlahir ke dunia. Kemudian beliau mengajak saya #mengajirasa perasaan ibunya saat itu, mengajak saya bersyukur untuk peristiwa pedih yang kami alami yang setidaknya tidak sepedih yang dialami ibu mertua dan juga bercerita serta memberi nasihat yang syarat hikmah yang lain. Hangat, perlahan rasa itu menjalari jiwa dan raga saya. Untaian cerita dan nasihatnya berhasil masuk sampai alam bawah sadar saya. Dan rupanya mekanisme penerimaan dalam diri saya mulai berjalan dengan sempurna, setelah sebelumnya terhunyung-hunyut, jatuh dan bangun. Malam itu, saya sudah dapat menerima. Tuntas. In syaa Allaah, dengan penerimaan yang ikhlas. Melepas kehilangan dengan cinta, mencintai kehilangan karena-Nya.

"Allah mengetahui apa yang dikandung oleh setiap perempuan dan kandungan rahim yang kurang sempurna dan bertambah. Dan segala sesuatu ada pada sisi-Nya dan ada ukurannya." (Q.S. Ar-Ra'du : 8)

Kini, semua telah berlalu. Tulisan ini hanya sebagai perekam waktu. Juga, sebagai sumber jawaban, ya, mana tahu ada lagi yang bertanya: "Koq bisa? Gimana ceritanya?" saat baru mengetahui kalau saya pernah keguguran. Jadi, tinggal saya arahkan ke sini saja, deh. Hehe.

Akhirnya, Alhamdulillaah wa Syukurillaah. Meskipun belum dipercaya-Nya hingga dapat menggenggam, merawat, mendidik dan membesarkannya dengan penuh cinta. Kami tetap berbahagia, setidaknya kami pernah dipercaya untuk merasakan menjadi orang tua meski dalam kurun waktu sekitar tiga bulan saja. Secara tidak langsung, kami pun merasa diberitahu-Nya bahwa In syaa Allaah kami akan berketurunan hanya saja belum sampai pada waktu tepatnya. Kami hanya perlu bersabar sedikit lagi saja. In syaa Allaah.

...

Seperti kehadiranmu yang tiada terduga, kepergianmu pun tiada beda.
Namun bagiku, keduanya bernilai sama, sama-sama: berbunga cinta, berbuah pahala dari Syukur dan Sabar atas segala ketentuan-Nya. In syaa Allaah..


—esn—

Mencintai Kehilangan #1

Bagaimana mungkin aku bisa begitu mencintai sesuatu yang belum aku miliki, sesuatu yang tidak pernah aku tahu sama sekali?


...


Awal Ramadhan 1437H yang lalu, saya mendapati diri saya menjadi lebih mudah lelah dan merasakan kram yang luar biasa di perut kiri bagian bawah, sanking sakitnya saya sampai berderai-derai airmata padahal lagi puasa, setelah tidak bisa lagi menahan dan dengan dipaksa pak suami (ah, iya, saya sudah menikah, sudah memiliki suami dan tentu saja belum pernah saya ceritakan di blog ini --") saya akhirnya memeriksakan diri ke dokter yang direkomendasikan pak suami sendiri. Singkat kata, menurut dokter tersebut Maag saya kambuh tapi dokter-pun menanyakan apakah tamu bulanan sudah datang? Waktu itu belum, dan, ya, setelah berhitung ternyata sudah telat sehari. Sepanjang perjalanan pulang saya berpikir, mungkinkah saya hamil? Atau hanya PMS saja?

Minum obat adalah hal yang tidak saya sukai, alhasil obat-obatan yang diresepkan dokter tempo hari tidak saya sentuh sama sekali. Hehe. Selain karena memang saya tidak suka, sakit yang saya rasakan pun tidak sedahsyat kemarin dan satu lagi, si tamu bulanan pun tak kunjung datang, sehingga ada kekhawatiran dalam diri ini, khawatir memang Allaah memberikan rezeki kepada kami dan sepanjang yang saya tahu tidak disarankan untuk mengkonsumsi obat-obatan dalam kondisi tersebut.

Setelah 'telat' lima hari (kalau tidak salah ingat), saya mencoba menggunakan alat tes kehamilan yang telah dibelikan pak suami. Ternyata, cukup bikin deg-deg-an juga, ya. Beberapa saat saya tidak melihat apa-apa, saya pikir error, hingga saya baca lagi cara pemakaiannya. Oh, harus ditunggu 1-3 menit. Saya simpan dulu. Beberapa saat kemudian saya lihat lagi, Masyaa Allaah, STRIP DUA. Alhamdulillaah wa syukurillaah, dalam usia pernikahan kami yang belum genap 5 bulan, Allaah menitipkan rezeki yang luar biasa pada kami. #AnugerahRamadhan1437H

penampakan hasil testpack 27.06.2016

Setelahnya, saya menjadi 'budak googling'. Hehe. Saya yang saat itu tinggal di Pare, Kediri, Jawa Timur, jauh dari keluarga dan teman-teman yang kebanyakan di Jawa Barat menjadi kesulitan untuk sharing, sehingga googling adalah hal yang saya andalkan untuk mengetahui lebih jauh mengenai kehamilan. Saya menjadi orang yang rajin sekali googling dengan kata kunci "ciri-ciri kehamilan", "hamil muda", "kehamilan trimester pertama". Berbeda dengan apa yang saya baca, saya tidak merasakan apa yang kebanyakan ibu hamil muda rasakan. Tidak ada perubahan yang signifikan. Saya masih bisa menjalankan aktivitas seperti biasanya. Hanya menjadi sedikit malas, mudah lelah dan merasa mual setiap setiap kali sehabis sikat gigi.

Kehamilan saya cukup menyenangkan. Tidak banyak rintangan dan ujian yang menghadang. Bahkan saya dapat menyelenggarakan syukuran pernikahan saya yang diselenggarakan pasca lebaran. Dan Alhamdulillaah, sampai saat itu semua baik-baik saja. Perlahan tapi pasti, saya mulai mencintai 'sesuatu' yang ada di dalam perut saya. Mencintai sesuatu yang belum pernah saya lihat. Mencintai sesuatu yang berbeda, yang belum pernah saya rasakan sebelumnya. Sampai titik itu, saya mulai mengerti arti cinta orang tua kepada anaknya. Perasaan yang luar biasa hebatnya, perasaan yang selalu mengutamakan, menginginkan mengusahakan yang terbaik bagi buah hatinya. Masya Allaah, begini toh rasanya.

Alhamdulillaah, Saya sangat bersyukur sekali atas perasaan ini.


penampakan hasil USG 21.07.16

21 Juli 2016 adalah pertama kali saya melihatnya, eh, tepatnya melihat kantung yang sedang bertumbuh di dalam rahim saya. Usia kehamilan yang masih muda membuatnya belum terindera. Masya Allaah. Semakin bertambah-tambahlah perasaan ini. Semakin hati-hatilah saya menjaganya. Semakin bersemangat melakukan hal-hal terbaik untuknya. Dan, tentu saja, semakin ingin bersegera untuk bertemu dengannya. Hehe.

...

Wahai, aku mencintaimu sejak waktu, sejak ketiadaan wujudmu dalam genggamku.. aku mencintaimu sampai waktu, sampai kapan pun itu..


... bersambung ...



UPDATE : PART #2 BISA DIBACA DI SINI