Kamis, 27 Oktober 2016

Hasil Test Pack Samar: Positif atau Negatif?

Well, pertama-tama saya mau mengucapkan selamat hari blogger nasional. Yeah! Ternyata eh ternyata blogger punya hari raya nasional-nya juga ya, saya juga baru tahu sebetulnya kalau tanggal 27 Oktober ini diperingati sebagai hari blogger nasional. Wah, di hari blogger yang berbahagia ini, saya tidak mau ketinggalan, saya harus membuat tulisan *sambil ngencengin iket kepala* padahal sedang malas-malasnya. Hmmmm. Saya punya harapan, harapan saya di hari blogger ini adalah saya ingin menjadi blogger pro, semoga, ya, someday, in syaa Allaah! Ya, meskipun baru rajin merawat blog kemarin sore *hehe* saya tetap berharap agar blog saya ini bisa terus bertumbuh, bertambah dan berkembang melebihi usia perkembangannya. Iya, ini blog saya, hasil perasan pertama pikiran dan perasaan yang saya besarkan seperti anak saya sendiri *hadeuh, korban iklan* #ifyouknowwhatimean :D
Do'akan saya agar istiqamah menulis dan nge-blog-nya, ya! :)

Baiklah, karena tulisan kali ini bukan akan membahas mengenai hari raya blog yang saya sendiri belum mencari tahu bagaimana asal usulnya dan saya bingung juga sebetulnya mau menulis apa *hehe* maka, mari kita kembali ke judul yang sudah kadung saya tuliskan, yakni mengenai Hasil Test Pack yang Samar. Ya, tulisan ini memang sangat spesifik sekali, peruntukannya bagi ca-mahmudah a.k.a calon mamah muda nan shalihah (Aamiin) memang sangat kentara sekali. Tapi, bukan berarti di luar mereka tidak boleh membaca, ya. Semua orang boleh saja membaca—kalau mau dan perlu, terutama calon bapak-bapaknya, membaca tulisan ini sangat disarankan, sehingga punya pengetahuan juga soal yang beginian

hasil testpack yang (sangat) samar. kelihatan tidak garisnya?

Yap! TEST PACK a.k.a alat uji kehamilan untuk digunakan di rumah. Karena memang untuk pemakaian rumahan, cara kerja alat ini sangat mudah sebetulnya, keterangan mengenai bagaimana cara penggunaannya sudah sangat jelas juga dalam keterangan di kemasannya, pun dengan cara membaca hasilnya:

SATU GARIS = NEGATIF. Artinya kita harus lebih giat untuk berikhtiar lagi, in syaa Allaah, hasil tidak akan mengkhianati usaha koq, hanya memang belum sampai pada waktunya saja, tetap semangat ya. Jangan berkecewa! :)

DUA GARIS = POSITIF. Artinya kita harus berikhtiar untuk dapat menjaga 'sesuatu' yang sedang bertumbuh-kembang di dalam rahim kita itu dengan sebaik-baiknya, ya. Ikut berbahagia! :)

Nah, kalau HASIL TEST PACK YANG SAMAR gimana?

Eh, itu gimana maksudnya?

Memangnya ada yang hasilnya seperti itu?

Begini, jadi hasilnya itu sukar terbaca, mau dibilang garisnya hanya satu, terlihat ada dua garisnya. Mau bilang garisnya ada dua, tidak begitu terlihat juga garisnya. Membingungkan, bukan?

Iya, ternyata hasil seperti itu ada. Dan saya sendiri pernah merasakannya. Hasil uji kehamilan yang saya lakukan suatu ketika memperlihatkan hasil yang samar, seperti yang saya tampilkan dalam gambar.

Mendapatkan hasil yang seperti itu, saya merasa bingung sekali. Di satu sisi, tidak dapat dipungkiri, seperti ada bunga-bunga yang bertebaran di sekitar tubuh saya, senyum saya merekah bahagia: Alhamdulillah, garisnya dua, bathin saya. Di sisi lain, tanda tanya yang tidak kalah banyaknya juga bertebaran dimana-mana, wait, sebetulnya ada satu atau dua, ya, garisnya? Hmmm. Apakah kamu pernah merasakannya juga?

Ditengah kebingungan itu, tetiba handphone saya menyala, ada chat masuk di whatsapp, dari guru ngaji saya, ternyata. Beliau juga seorang bidan. Qadarullaah, dalam chat itu beliau menanyakan mengenai kehamilan juga. Ya, beliau mengetahui persis riwayat kehamilan saya sebelumnya juga, ceritanya bisa dibaca DI SINI. Masyaa Allaah, saat itu saya berpikir betapa Allaah Maha Romantis, selalu mengetahui apa yang sedang dibutuhkan hamba-Nya. Mendatangkan pertolongan-Nya dari arah yang tidak terduga. Ya, saat itu saya membutuhkan pertolongan, saya membutuhkan pencerahan. Akhirnya saya ceritakan kepada beliau mengenai hasil uji kehamilan saya yang samar tersebut.

Dari hasil berdiskusi dengan beliau dan hasil baca membaca juga, berikut adalah penyebab dan hal-hal yang dapat kita lakukan ketika mendapati hasil uji kehamilan yang samar. Check it out!

Pertama, membaca hasil tes terlalu lama. Waktu yang tepat untuk melihat dan membaca hasil tes adalah 1-3 menit setelah stik tersebut bersentuhan dengan urine dan diletakkan dalam kondisi datar. Jangan membaca hasil tes lebih dari 8-10 menit setelahnya karena hasilnya sudah tidak akurat lagi. Urine yang menggenang terlalu lama di stik membuat seluruh stik basah dan memungkinkan untuk memunculkan garis samar tersebut.

Untuk kasus saya, saya sendiri lupa dalam menit ke berapa persisnya saya membaca hasil tes tersebut, hanya seingat saya, saya melihat kembali hasil tes tersebut setelah saya membuangnya karena 'merasa' melihat ada dua garis setelah sebelumnya saya hanya melihat satu garis. Dan, ya, hasilnya saya melihat satu garis cerah dan satu garis yang sangat samar.

Kedua, lakukan tes ulang. Untuk mengetahui hasil yang sesungguhnya dapat dilakukan pengujian ulang. Tes ulang disarankan untuk dilakukan dalam waktu 3-7 hari kemudian. Kecuali apabila 'tamu bulanan' datang duluan, tes ulang tidak perlu lagi untuk dilakukan.

Waktu itu saya melakukan tes kehamilan bukan dalam keadaan 'sudah telat', tetapi H-1 sebelum biasanya 'tamu bulanan' datang. Bukan memakai urine pertama di pagi hari juga, karena saya hanya iseng-iseng saja. Hehe. Kebetulan beberapa hari terakhir saya selalu pusing yang 'melayang', setiap pergantian posisi dari duduk ke berdiri saya merasa pusing sekali. Teringat punya testpack, yasudah lah daripada di-anggur-in mending di-apel-in, kan? Hehe.

Ketiga, ganti alat tes. Begitu banyak merek dan jenis alat tes kehamilan. Mulai dari stik tunggal, stik bersama wadah penampung, yang compact hingga yang menggunakan semacam pipet tetes. Dari yang harganya ribuan hingga harganya puluhan ribu. Tinggal dipilih sesuai dengan kemampuan, namun diusahakan harus lebih bagus dari yang sebelumnya digunakan.

Alat tes yang saya gunakan waktu itu merupakan alat tes seharga (((lima ribuan))) yang saya iseng beli di apotik karena baru tahu ternyata ada yang harganya semurah itu dan saya penasaran bentuknya seperti apa. Hal ini tersadarkan oleh pak suami, saya baru ingat harga dari testpack tersebut ketika suami menanyakannya, dan kemudian saya hanya bisa tertawa geli sendiri ketika beliau bilang: "buat anak koq coba-coba, masa murah." Hehe. Namanya juga emak-emak, ya, niat hati mah: hemat beb! Sampai pada hasil itu, saya mengamini bahwa: ya, ada harga ada kualitas.

Keempat, segera periksa diri ke dokter. Apabila sudah melakukan tes ulang, kemudian mendapati hasil tes negatif tetapi sudah berlalu lama si 'tamu bulanan' tidak juga datang. Atau, ketika mendapati hasil positif tetapi si 'tamu bulanan' tetap datang. Apabila mendapati hasil yang seperti itu, bisa jadi ada yang tidak beres dalam diri kita. Maka, segera perikasakan diri ke dokter, ya! Tapi, mudah-mudahan kita semua terhindar dari segala penyakit, ya. Tenang saja, la yu kallifu nafsan illa wus'aha — Allaah tidak akan membebani makhluk-Nya di luar batas kesanggupannya (Al-Qur'an).

So, untuk memastikan hasil positif atau negatif dari hasil testpack samar tersebut, setidaknya dapat dipastikan setelah pengujian ulang dilakukan. Tetapi, katanya, biasanya, kebanyakan, yang hasilnya seperti itu tuh, biasanya, memang positif namun masih terlalu sangat muda usia kehamilannya sehingga masih sangat sedikit kadar Hcg dalam urine-nya. Uhuk.

Wallahu'alam Bishawab.

Sudah itu saja.

Mungkin hanya itu yang dapat saya bagikan.

Semoga bermanfaat.


Salam Hangat,
—esn—

Selasa, 25 Oktober 2016

Saat Allaah Menjawab Setiap Harap dan Do'a: Jangan Pernah Berputus Asa Dari Rahmat-Nya

ada cerita dibalik gambar yang terrekam mata kamera
Entah, bagi saya, selalu saja menarik untuk menyimak bagaimana dua anak manusia dipertemukan-Nya dengan cara yang sangat rahasia. Sanking rahasianya sehingga tidak akan pernah sama bagaimana cerita pertemuan dua orang manusia yang satu dengan manusia yang lainnya. Ya, Setiap manusia memiliki ceritanya masing-masing, memiliki jalan rahasia-Nya masing-masing.

Pun juga dengan menyimak ujung dari sebuah penantian, selalu berhasil membuat penasaran. Tak jauh berbeda dengan menyimak jawaban-Nya atas do'a-do'a yang dilangitkan para anak manusia, selalu menarik untuk disimak kisahnya. Dan, tentu saja untuk diambil ibrahnya, untuk diambil pelajarannya.

Berikut ini adalah kisah-kisah nyata yang berhasil terrekam dalam ingatan saya, kembali saya ceritakan di sini sehingga dapat kita ambil hikmahnya, agar dapat dipetik bunga pelajarannya bersama-sama.

Saya ingat, saat itu penghujung 2011, dalam suatu forum pada suatu pagi yang sejuk di depan auditorium lt. 2 FPMIPA pada sesi tanya-jawab, muncullah sebuah jawaban yang pada waktu itu membuat saya —dan mungkin juga teman-teman saya tidak habis pikir. Jawabannya kurang lebih begini; “kelak, teteh pengen nikah sama orang yang sama sekali belum pernah teteh kenal sebelumnya.” Tentu saja, jawaban tersebut tidak lolos begitu saja, kami yang ditakdirkan kelewat kritis dari sananya waktu itu menghujani jawaban tersebut dengan berbagai macam tanggapan. Hingga mendaratlah kata-kata pamungkas: “nanti juga kalian akan paham…” ditutup dengan senyum yang manis sekali.

Waktu terus berjalan, dan kami berhasil dibuat penasaran. Sepanjang perjalanan sedikit demi sedikit kami mulai mengerti keinginan teteh kami tadi, meskipun terkadang masih saja muncul ketidaksetujuan di benak kami, maklumlah kami baru saja mengerti belum sampai memahami. Hehe. Alibi. Semakin ke sini kami semakin mengerti dan sedikit demi sedikit sudah mulai memahami. Hingga akhirnya, beberapa tahun setelah itu, Qadarullaah, Allaah menjawab keinginan teteh kami tersebut. Beliau menikah, dengan orang yang entah, kami tidak pernah mengenalnya sebelumnya dan tentu saja, beliaupun sama sekali tidak mengenalnya. Tak! Setidaknya begitu cerita yang saya dapatkan dari yang bersangkutan dan harap yang sama ternyata dilangitkan juga oleh sesosok manusia yang kini sudah resmi menjadi suaminya. 

Masyaa Allaah, saat Allaah menjawab ucapanmu —yang bisa jadi dicatat sebagai do’a dan diAamiinkan para malaikat— indah, bukan? Dan sekarang saya tahu bahwa kata Ustadz Salim, mengutip Sabda Nabi: “Ruh itu ibarat tentara, jika kodenya sama, sandinya nyambung, meskipun belum pernah melihat mereka akan saling bersepakat.” Lebih dari sekedar keren, kan? Inilah yang disebut dengan KEIMANAN.

Di lain waktu, teteh kami yang lain pernah bercerita, tentang sahabatnya. Beliau bilang bahwa satu-satunya kriteria yang sahabat beliau pertahankan untuk calon suaminya adalah seorang dosen —kami sebetulnya tidak dijelaskan alasannya kenapa hanya saja kami bersepakat bahwa kriteria beliau tersebut akan membawa lebih banyak kebaikan.

Tidak pernah lelah, orang tersebut meminta kepada Allaah. Setiap saat, setiap waktu, kapan pun itu. Saat orang lain yang mengetahui keinginannya mulai pesimis, yang bersangkutan tetap optimis. Hingga sampai di batas waktu, Allaah menjawab harap itu. Menikahlah ia dengan seseorang yang berprofesi seorang dosen. Persis, sesuai harap dan do'a yang dilangitkannya. Masyaa Allaah.

Tidak jauh berbeda dengan cerita sahabat dari sahabat saya yang lainnya. Konon, ketika sedang bersekolah di jenjang menengah atas, ia memiliki kecenderungan kepada seorang laki-laki yang pernah ia lihat sekali ketika upacara, mereka terpisah sekolahnya sebetulnya, hanya pada kesempatan itu mereka melakukan upacara bendera bersama. Perasaan itu begitu menggelayutinya tapi ia ingin tetap menjaga, hingga menumbuhkan sebuah inisiatif untuk melangitkan do'a di waktu mustajab do'a: ketika adzan dan iqamah.

Terus menerus, ia melafal do'a yang sama agar dibersamakan dengan orang yang membuatnya jatuh cinta pada pandangan pertama dan meminta ditunjukkan jalan-Nya setiap waktu antara adzan dan iqamah tiba. Qadarullaah, penantiannya bertemu ujungnya juga, suatu hari laki-laki itu datang ke rumahnya dan menyampaikan niat untuk meminangnya, meminta izin sekaligus restu walinya.

Masyaa Allaah, sekali lagi, saat Allaah menjawab, tidak ada yang tidak mungkin, kan? Inilah buah dari KEISTIQOMAHAN.

Beberapa bulan yang lalu, teteh bercerita juga tentang salah seorang sahabatnya. Katanya, sahabatnya Allaah takdirkan untuk menikah lebih cepat namun tidak ditakdirkan untuk memiliki keturunan dalam waktu singkat. Setelah sekian lama menantikan, setelah segala cara dan usaha diikhtiarkan dalam kurun waktu tak kurang dari lima belas tahun pernikahan.

Akhirnya sahabat beliau tersebut sampai pada titik pasrah hingga ia bilang kepada suaminya, begini: “Mas, segala upaya telah kita coba namun tak berbuahkan hasil juga. Saya pasrah. Maka hari ini, jika Mas memang betul-betul menginginkan keturunan, saya ikhlaskan mas menikah lagi…” Dramatis ya? Tapi hal tersebut nyata. Dan Allaah menjawabnya. Tak berselang setelah kata-kata itu terucap, suaminya diberikan keturunan juga, tapi tentunya bukan dari wanita  yang lain. Ya, beliau dinyatakan hamil oleh dokter. Allaahu Akbar! Inilah yang akan dipanen dari sebuah KEIKHLASAN.

Dari rangkaian cerita mereka, semoga dapat diambil ibrahnya.

Semoga sederhana.

˙˙˙
Teruntuk seseorang yang meminta petuah diri ini, sungguh tiada sesuatu apa pun yang dapat saya beri, namun sudah sepatutnya untuk kita saling berbagi, maka hanya rentetan kisah ini yang mampu saya bagi, semoga saja bisa menginspirasi.

Wahai, mohon jangan pernah lelah, ya! Jangan pernah lelah untuk Jaga Iman, Jaga Istiqomah, Jaga Ikhlas. Dan jangan lupa, Jaga Niat dan Jaga Hati. Jangan, jangan pernah sekalipun mencoba untuk berputus asa dari rahmat-Nya —Al-Qur'an.

p.s. jaga Diri juga cuaca akhir tahun ini cukup ekstrim, jangan lupa minum multivitamin.

—esn—

Jumat, 21 Oktober 2016

Mencintai Kehilangan #2

Ada yang selalu aku nantikan, kehadiran.
Ada yang selalu aku takutkan, kehilangan.
Tapi aku tidak mau hilang ingatan,
bahwa semua telah digariskan.

...

Ini merupakan cerita lanjutan, baca terlebih dahulu cerita sebelumnya di sini ya! :)

Hari itu Sabtu, tiga hari berselang selepas kita semua bersama-sama merayakan hari kemerdekaan negara kita tercinta: Indonesia. Saat itu, sependek perhitungan yang saya lakukan usia kehamilan saya sudah akan memasuki periode akhir trimester pertama. Sementara usia janin bisa jadi berselisih sekitar satu sampai tiga minggu kurang dari usia kandungan.

ilustrasi dari app pregnancy+ per tanggal 18 Agustus 2016

Singkat cerita, sabtu itu kami (saya dan suami) ikut gerak jalan santai yang diadakan dalam rangka memeriahkan HUT RI Ke-71. Ya, Mengingat kehamilan saya yang tidak memiliki keluhan apa-apa dan kegiatannya ringan juga, kami ikut dalam kegiatan tersebut. Kegiatan pun berjalan dengan lancar. Setelahnya, semua masih tetap baik-baik saja, saya sehat-sehat saja, saya tidak merasakan pegal atau apa pun, karena memang kami pulang duluan dan tidak mengikuti semua rute jalan juga sih. Hehe.

Hingga sore itu...

Tiba-tiba, tanpa didahului rasa sakit, kram, kontraksi atau apa pun itu, ada —maaf— darah segar yang keluar. Saya mengalami pendarahan ringan. Iya, pendarahan, bukan flek, meski waktu sore itu hanya satu sampai dua tetes.

Karena suami sedang di luar rumah. Segera saya chat suami agar setelah acara selesai langsung pulang untuk mengantar saya memeriksakan diri ke bidan. Tapi memang dasar suami saya (suka gagal romantis) humoris, beliau malah balas chat saya dan bilang nanti saja pulangnya sekalian ba'da isya, menyuruh saya untuk sabar menunggu, padahal, ternyata, ketika beliau mengirim chat itu orangnya sudah ada di depan pintu. Ckck.

Sesampainya di rumah saya sampaikan terkait pendarahan tersebut dan minta antar ke bidan. Suami langsung kaget dan panik, padahal itu sama sekali bukan karakternya. Lalu, keluarga segera menghubungi bidan. Alhamdulillah, setelah dihubungi, bidan segera datang ke rumah saya untuk memeriksa keadaan saya. Hasil pemeriksaan menunjukkan bahwa tekanan darah saya normal. Hanya saja, karena usia kandungan yang relatif masih muda, detak jantung janin belum terdeteksi (ditambah lagi alatnya yang agak sedikit rusak sehingga hanya terdengar gresek-gresek gitu --"). Bu bidan menyarankan saya untuk bedrest dan segera memeriksakan diri ke DSpOG.

Besoknya, setelah dibuatkan janji oleh bidan, saya memeriksakan diri ke Klinik tempat praktik DSpOG tersebut, ketepatan tempatnya tidak jauh dari rumah. Pagi itu, ternyata sudah cukup banyak pasien yang hendak memeriksakan diri. Tetesan darah yang keluarpun masih terasa sesekali. Setelah menunggu antrian yang cukup lama, saya ditemani suami masuk ke dalam ruangan pemeriksaan, saat itu saya berada di titik pasrah-sementara: apapun yang terjadi, terjadilah...


Ibu dokter kemudian memeriksa kandungan saya, saya berbaring untuk melakukan pemeriksaan melalui USG. Dari hasil USG tersebut dokter menyatakan bahwa usia janin sekitar 9-10 minggu tetapi kandungan saya tidak dapat dipertahankan. Ibu dokter menerangkan perkembangan janin sesuai dengan usianya dengan bahasa kedokteran yang masih dapat kami mengerti kemudian dikomparasikan dengan kondisi janin kami, hingga akhirnya dokter bilang: "singkatnya mahjanin dalam kandungan Ibu teh, sudah meninggal dalam usia 7-8 minggu dan harus segera dibersihkan.."

Innalillaahi wa innailaihi rajiuun...

hasil USG —pertemuan terakhir kita— tanggal 21 Agustus 2016

Saat itu, dokter tidak dapat memastikan penyebab keguguran yang saya alami. Faktor penyebab keguguran itu cukup banyak dan tidak dapat digeneralisasi. Apalagi ini merupakan kehamilan pertama, sulit untuk memastikannya. Suami saya lebih tanggap, suami lantas bertanya, mengenai cara 'pembersihan'nya. Dokter mengatakan bahwa dengan usia kandungan saya yang saat itu 3 bulan lebih beberapa hari, maka sudah tidak bisa dibersihkan dengan memakai obat peluruh dan saya harus menjalani kuretase. Pilihan yang diberikan saat itu hanya kuretase tidak ada pilihan lain. Hanya saja, waktunya bisa saat itu juga di Klinik tersebut dengan terlebih dahulu diinformasikan mengenai biaya administrasi yang harus disediakan atau dapat dilakukan besok-besoknya di RSUD Majalengka atau Kuningan, diberi rujukan.

Saat itu belum ada keputusan dan kami memilih pulang untuk bermusyawarah dengan keluarga. Dalam perjalanan pulang, saya mulai gamang, rupanya otak saya mulai menyadari mengenai hal tersebut. Kehilangan. Sesuatu yang saya cintai, sesuatu yang selama lebih dari tiga bulan bersemayam dalam rahim saya akan segera hilang, akan kembali berpulang.
Akhirnya kami memutuskan agar tindakan tersebut dilakukan hari itu juga. Ditemani suami, mamah dan kakak saya berangkat kembali ke Klinik. Jika dapat dibilang operasi, maka itu adalah operasi pertama yang saya alami sepanjang hidup saya (dan saya tidak mau mengalaminya lagi!). Sesampainya di klinik, saya diberikan obat serbuk dengan cara ditaruh di bawah lidah saya kemudian membiarkannya luruh tanpa boleh dibantu dengan air minum sedikitpun. Rasanya? Tentu saja pahit. Sepahit kenyataan hari itu...

Saya lalu disuruh puasa, dalam artian tidak boleh makan dan minum sampai selesainya proses kuretase. Sesaat setelah itu, obat tersebut rupanya mulai menunjukkan reaksinya, saya mulai merasakan sakit perut yang amat sangat tidak nyaman, dan tidak lama mulailah pendarahan yang cukup deras. Saat itu, saya belum masuk ke ruangan operasi, sehingga masih bisa sandaran pada suami. Saya bersyukur, kejadian itu berlangsung ketika suami berada di sisi, sehingga saya tidak merasa berjuang sendiri. Kembali kita #BerjuangBersama. Tidak berselang lama, saya diminta untuk masuk ke ruangan. Sendirian.

Saat itu, sungguh, saya tidak merasakan ketakutan, mungkin otak dan tubuh saya sudah mulai memasuki fase penerimaan. Perlahan mulai menerima akan takdir yang telah Tuhan gariskan. Saya ingat, perawat meminta saya berbaring, menyelimuti saya, kemudian dokter datang membawa suntikan dan meminta saya untuk tidur. Setelah itu, saya tidak ingat lagi. Rupanya suntikan itu merupakan anestesi dan saya dibius total.

Sekitar satu jam kemudian —katanya—kuretase selesai, saya mulai sadar tidak sadar. Ah, rupanya efek obat biusnya belum sirna sempurna. Setelah agak sadar saya diperbolehkan untuk istirahat diruang perawatan yang lebih nyaman, berpindah dari ruang tindakan. Tak berselang lama, kesadaran saya muncul sepenuhnya. Saya melihat suami saya membawa barang belanjaan berupa keperluan pasca 'melahirkan' dan juga makanan kesukaan saya. Setelah mengambil obat dan semuanya beres, Alhamdulillah, hari itu juga saya diperkenankan pulang, setelah kamu terlebih dahulu pulang.








Sesampai di rumah, setelah sedikit berbincang saya kembali tertidur dan terbangun ketika banyak tetangga berdatangan. Ya, kekeluargaan antar tetangga di sini sangat baik, apabila di antara tetangga yang terkena musibah/sakit/kecelakaan mereka akan menyempatkan diri untuk menjenguk dan turut berduka cita. Kedatangan mereka cukup membuat saya haru dan dari mereka saya banyak mendapatkan pelipur lara, berupa kata-kata motivasi dan nasihat yang mengingatkan saya pada kekuasaan Tuhan, Allaah SWT.

Sore hari itu, tanpa terasa ada yang mulai mengalir kala saya mendengar suami melafal Q.S. Yasin selepas shalat Asharnya. Bukan, In syaa Allaah bukan saya meratapi, airmata itu keluar begitu saja, di luar kendali. Mungkin waktu itu saya masih butuh waktu untuk menyesuaikan diri dengan apa yang terjadi. Ya, rupanya, saya masih butuh cukup waktu untuk kembali memenuhi ruangan yang terasa kosong tanpa pernah betul-betul terisi itu untuk menjadi utuh kembali. Saya pun mentoleransi sekaligus mengingatkan diri: boleh mengekspresikan duka tapi jangan berlama-lama.

Puncaknya, sekitar malam ketiga pasca tindakan, tetiba saya menangis tanpa tahu sebabnya. Entahlah, rasanya ada desakan di dalam dada yang tak mampu saya ungkapkan kecuali lewat derai demi derai airmata yang menganak sungai di pipi saya. Ia mengalir dengan derasnya, tanpa bisa lagi saya membendungnya. Saya menumpahkan segala, sambil saya bersandar pada pundak kokohnya yang terasa bergetar. Ah, rupanya ia pun ikut menangis dengan tertahan. Mungkin, sebagaimanapun ia juga merasakan kepedihan yang mendalam yang sama, bedanya ia harus tetap terlihat tegar, karena ia sepenuhnya menyadari bahwa di sisinya ada istri yang harus dikuatkannya.

Kemudian, suami saya mulai bercerita tentang ia yang 'terpaksa' menjadi anak pertama setelah kakaknya meninggal dalam usia 12 jam setelah ia terlahir ke dunia. Kemudian beliau mengajak saya #mengajirasa perasaan ibunya saat itu, mengajak saya bersyukur untuk peristiwa pedih yang kami alami yang setidaknya tidak sepedih yang dialami ibu mertua dan juga bercerita serta memberi nasihat yang syarat hikmah yang lain. Hangat, perlahan rasa itu menjalari jiwa dan raga saya. Untaian cerita dan nasihatnya berhasil masuk sampai alam bawah sadar saya. Dan rupanya mekanisme penerimaan dalam diri saya mulai berjalan dengan sempurna, setelah sebelumnya terhunyung-hunyut, jatuh dan bangun. Malam itu, saya sudah dapat menerima. Tuntas. In syaa Allaah, dengan penerimaan yang ikhlas. Melepas kehilangan dengan cinta, mencintai kehilangan karena-Nya.

"Allah mengetahui apa yang dikandung oleh setiap perempuan dan kandungan rahim yang kurang sempurna dan bertambah. Dan segala sesuatu ada pada sisi-Nya dan ada ukurannya." (Q.S. Ar-Ra'du : 8)

Kini, semua telah berlalu. Tulisan ini hanya sebagai perekam waktu. Juga, sebagai sumber jawaban, ya, mana tahu ada lagi yang bertanya: "Koq bisa? Gimana ceritanya?" saat baru mengetahui kalau saya pernah keguguran. Jadi, tinggal saya arahkan ke sini saja, deh. Hehe.

Akhirnya, Alhamdulillaah wa Syukurillaah. Meskipun belum dipercaya-Nya hingga dapat menggenggam, merawat, mendidik dan membesarkannya dengan penuh cinta. Kami tetap berbahagia, setidaknya kami pernah dipercaya untuk merasakan menjadi orang tua meski dalam kurun waktu sekitar tiga bulan saja. Secara tidak langsung, kami pun merasa diberitahu-Nya bahwa In syaa Allaah kami akan berketurunan hanya saja belum sampai pada waktu tepatnya. Kami hanya perlu bersabar sedikit lagi saja. In syaa Allaah.

...

Seperti kehadiranmu yang tiada terduga, kepergianmu pun tiada beda.
Namun bagiku, keduanya bernilai sama, sama-sama: berbunga cinta, berbuah pahala dari Syukur dan Sabar atas segala ketentuan-Nya. In syaa Allaah..


—esn—

Mencintai Kehilangan #1

Bagaimana mungkin aku bisa begitu mencintai sesuatu yang belum aku miliki, sesuatu yang tidak pernah aku tahu sama sekali?


...


Awal Ramadhan 1437H yang lalu, saya mendapati diri saya menjadi lebih mudah lelah dan merasakan kram yang luar biasa di perut kiri bagian bawah, sanking sakitnya saya sampai berderai-derai airmata padahal lagi puasa, setelah tidak bisa lagi menahan dan dengan dipaksa pak suami (ah, iya, saya sudah menikah, sudah memiliki suami dan tentu saja belum pernah saya ceritakan di blog ini --") saya akhirnya memeriksakan diri ke dokter yang direkomendasikan pak suami sendiri. Singkat kata, menurut dokter tersebut Maag saya kambuh tapi dokter-pun menanyakan apakah tamu bulanan sudah datang? Waktu itu belum, dan, ya, setelah berhitung ternyata sudah telat sehari. Sepanjang perjalanan pulang saya berpikir, mungkinkah saya hamil? Atau hanya PMS saja?

Minum obat adalah hal yang tidak saya sukai, alhasil obat-obatan yang diresepkan dokter tempo hari tidak saya sentuh sama sekali. Hehe. Selain karena memang saya tidak suka, sakit yang saya rasakan pun tidak sedahsyat kemarin dan satu lagi, si tamu bulanan pun tak kunjung datang, sehingga ada kekhawatiran dalam diri ini, khawatir memang Allaah memberikan rezeki kepada kami dan sepanjang yang saya tahu tidak disarankan untuk mengkonsumsi obat-obatan dalam kondisi tersebut.

Setelah 'telat' lima hari (kalau tidak salah ingat), saya mencoba menggunakan alat tes kehamilan yang telah dibelikan pak suami. Ternyata, cukup bikin deg-deg-an juga, ya. Beberapa saat saya tidak melihat apa-apa, saya pikir error, hingga saya baca lagi cara pemakaiannya. Oh, harus ditunggu 1-3 menit. Saya simpan dulu. Beberapa saat kemudian saya lihat lagi, Masyaa Allaah, STRIP DUA. Alhamdulillaah wa syukurillaah, dalam usia pernikahan kami yang belum genap 5 bulan, Allaah menitipkan rezeki yang luar biasa pada kami. #AnugerahRamadhan1437H

penampakan hasil testpack 27.06.2016

Setelahnya, saya menjadi 'budak googling'. Hehe. Saya yang saat itu tinggal di Pare, Kediri, Jawa Timur, jauh dari keluarga dan teman-teman yang kebanyakan di Jawa Barat menjadi kesulitan untuk sharing, sehingga googling adalah hal yang saya andalkan untuk mengetahui lebih jauh mengenai kehamilan. Saya menjadi orang yang rajin sekali googling dengan kata kunci "ciri-ciri kehamilan", "hamil muda", "kehamilan trimester pertama". Berbeda dengan apa yang saya baca, saya tidak merasakan apa yang kebanyakan ibu hamil muda rasakan. Tidak ada perubahan yang signifikan. Saya masih bisa menjalankan aktivitas seperti biasanya. Hanya menjadi sedikit malas, mudah lelah dan merasa mual setiap setiap kali sehabis sikat gigi.

Kehamilan saya cukup menyenangkan. Tidak banyak rintangan dan ujian yang menghadang. Bahkan saya dapat menyelenggarakan syukuran pernikahan saya yang diselenggarakan pasca lebaran. Dan Alhamdulillaah, sampai saat itu semua baik-baik saja. Perlahan tapi pasti, saya mulai mencintai 'sesuatu' yang ada di dalam perut saya. Mencintai sesuatu yang belum pernah saya lihat. Mencintai sesuatu yang berbeda, yang belum pernah saya rasakan sebelumnya. Sampai titik itu, saya mulai mengerti arti cinta orang tua kepada anaknya. Perasaan yang luar biasa hebatnya, perasaan yang selalu mengutamakan, menginginkan mengusahakan yang terbaik bagi buah hatinya. Masya Allaah, begini toh rasanya.

Alhamdulillaah, Saya sangat bersyukur sekali atas perasaan ini.


penampakan hasil USG 21.07.16

21 Juli 2016 adalah pertama kali saya melihatnya, eh, tepatnya melihat kantung yang sedang bertumbuh di dalam rahim saya. Usia kehamilan yang masih muda membuatnya belum terindera. Masya Allaah. Semakin bertambah-tambahlah perasaan ini. Semakin hati-hatilah saya menjaganya. Semakin bersemangat melakukan hal-hal terbaik untuknya. Dan, tentu saja, semakin ingin bersegera untuk bertemu dengannya. Hehe.

...

Wahai, aku mencintaimu sejak waktu, sejak ketiadaan wujudmu dalam genggamku.. aku mencintaimu sampai waktu, sampai kapan pun itu..


... bersambung ...



UPDATE : PART #2 BISA DIBACA DI SINI

Kamis, 20 Oktober 2016

Menunggu Itu Menyenangkan: Agar Menunggu Tak Hanya Sekedar Menghabiskan Waktu #2

Nah, saya lanjutkan ya.. yang baru baca tulisan ini, baca dulu tulisan sebelumnya ya, di sini.

Okay, lanjut.

Kedua, pencerahan yang saya dapatkan adalah SANTAI SAJA! JANGAN TAKUT.
Usia yang tidak bisa di-rem pertambahannya membuat kegelisahan tersendiri dalam jiwa dan membuat saya semakin tidak ada kerjaan pandai menghitung waktu. Ada semburat rasa ketakutan yang tercipta, bukan hanya menyoal waktu saja sebenarnya, tapi ketakutan lainnya yang serupa. Apa kamu merasakannya juga?

Sampai akhirnya saya teringat bahwa Allaah sudah menetapkan rezeki, azal, amal serta nasib baik dan buruk dari seorang hamba semenjak ia berada dalam kandungan ibunya. Dalam usia 120 hari kehidupannya di alam rahim ibunya. Ya, jodoh adalah bagian dari rezeki kita. Sebagaimana rezeki, kedatangannya sudah pasti dan setiap orang sudah memiliki jatahnya sendiri-sendiri, tidak akan pernah menjadi milik orang lain apa yang sudah Allaah rezekikan kepada kita.

Jadi, tenang saja, jangan takut rezeki—jodoh kita dipatok tetangga #eh. Santai saja, semua akan dipertemukan-Nya tepat pada waktunya.

keep calm and moving forward

Ketiga, pencerahan yang saya dapatkan adalah adalah LAKUKAN HAL-HAL PRODUKTIF.
Ya, saya tahu menunggu memang bisa membuat kita se-galau itu, sampai-sampai kita lupa mau berbuat apa selain pasang status galau di medsos. Iya, dulu saya suka gitu deh, bingung sendiri gitu mau ngapain. Huhu.

Hingga akhirnya saya mulai mencari-cari ide untuk mengalihkan perhatian saya. Ceritanya waktu itu saya sedang menunggu kepastian dari seseorang. Uhuk. Waktu itu, saya ada kekhawatiran tidak dapat menjadi menantu yang baik, tidak dapat diterima dengan baik oleh keluarganya. Hehe. Sudah ketakutan pleus ke-ge-er-an duluan, ya? *tutup muka* Etapi karena saya sadar diri juga sih, soalnya saya menyadari bahwa skill hidup yang saya miliki masih cetek sekali. Waktu itu, saya kepikirannya untuk kursus masak dan kursus menjahit. Ya, walaupun belum sempat saya lakukan sih, karena saya keburu pindah dan kabarnya kata guru ngaji saya, proses saya dengan dirinya belum dapat dilanjutkan karena keluarganya yang memberi restu untuk menikah dalam waktu dekat. Tuh kan! *pukpukin diri sendiri* Hehe. It's okay, tidak apa-apa, tandanya ia bukan rezeki saya.

Nah, dengan melakukan hal-hal yang produktif inilah, selain waktu menunggu kita menjadi lebih menyenangkan, kita juga mendapatkan keuntungan: berupa keterampilan hidup untuk masa depan. Asyik, bukan? :)

Keempat, pencerahan yang saya dapat adalah AMANKAN AKHIR PEKANMU.
Ya, di sana ada yang namanya malam minggu yang entah kenapa disebut malam yang panjang. Ada yang tahu kenapa? Hmmm. Sependek pengamatan saya, kalau malam minggu tiba, mendadak jadi banyak pengemis cinta di beranda media sosial saya. Kata-kata saya jahat ya? Biarin, abisnya waktu itu saya suka KZL. Ingin rasanya bilang ke mereka, biarpun memang masih menunggu please atuhlah jangan sampai seperti itu, tetap jaga harga dirimu. Tapi, ya, saya tidak bisa berlaku seperti itu juga karena mau update apapun itu kan hak mereka.

Dari sana saya selalu menghindari untuk aktif di media sosial apalagi kalau malam minggu begitu. Karena saya tahu, kalau kita terus 'dijejali' status-status begitu, pikiran kita bisa ter-influence juga lama-lama. Mulailah saya mencoba mengamankan akhir pekan saya. Selain dengan mulai bijak dalam bersosial media. Akhir pekanpun harus terisi dengan aktivitas lainnya agar semua aman terkendali. Waktu itu saya gunakan akhir pekan saya untuk pengajian dan berencana untuk membina anak jalanan juga, sudah sempat bicara sama teman yang berkiprah di sana juga, namun Qadarullaah belum terlaksana. Seperti yang saya bilang sebelumnya, saya keburu pindahan. Nah, kalau kamu mau mengamankan akhir pekanmu seperti apa? :)

Terakhir, pencerahan yang saya dapatkan dan merupakan yang paling ampuh adalah JAGA INTERAKSIMU DENGAN ALLAAH SWT.
Ya, selain harus menjaga interaksi dengan lawan jenis, kita juga harus menjaga interaksi kita dengan Sang Pencipta. Karena apa? Karena kamu tahu sendiri lah ya, dalam menunggu itu banyak sekali ujian dan cobaan, iya kan? Dari mulai banyak yang pe-de-ka-te lah, yang tepe-tepe cuma pe-ha-pe lah, mulai banyak yang perhatian dengan nanya ka-pan-ni-kah lah dan lain sebagainya dan lain sebagainya.

Nah, kondisi itu sangat bahaya bagi jiwa yang rapuh karena terlalu lama menunggunya #eeaak #lebay. Kita harus memiliki sandaran yang kokoh untuk berlabuh, memiliki tempat untuk menumpahkan segala keluh.  Dan Allaah SWT adalah sebaik-baiknya sandaran itu, tempat itu. Cukuplah Allaah SWT yang mengetahui jerit suara hati segala kondisi kita dan berharaplah selalu pada-Nya agar menunjukkan yang terbaik bagi kita. Dengan terjaganya interaksi kita dengan-Nya, in syaa Allaah, semua akan lebih ringan dan hari-hari kita berjalan dengan riang gembira, tentunya waktu kita tidak habis percuma.

Sudah, mungkin cukup itu saja yang dapat saya bagi. Mudah-mudahan dapat menginspirasi.

Baca juga : Menunggu Reda

Oiya, jangan lupa untuk banyak melangitkan do'a pada-Nya ya, bermunajat pada Allaah SWT di sepertiga malam, minta agar Ia menunjukkan jalannya, karena bisa jadi sebetulnya ia sudah dalam perjalanan mengikhtiarkanmu tapi kesasar melulu dalam usahanya menemukanmu. Hehe.

Semoga sederhana.

˙˙˙
Menunggu hanyalah soal bagaimana kita mempolitisasi waktu.

Siapkah kamu untuk menunggu dengan lebih menyenangkan dan tak sekedar menghabiskan waktu dengan caramu? :)

—esn—

Rabu, 19 Oktober 2016

Menunggu Itu Menyenangkan: Agar Menunggu Tak Sekedar Menghabiskan Waktu

Ehem. Test. Test. Satu. Dua. Tiga. Percobaan.

Okay, Siapa di sini yang sedang menunggu kedatangan sang pangeran impian? Ciyee. Dag dig dug der ya, jeng? Apalagi kalau ingat usia yang semakin hari semakin berkurang jatah hidupnya, ya? Eh, Itu mah saya aja, deng. Hehe. Tapi, iya, saya pernah mengalami masa-masa itu. Dan, kondisi saya itu diperparah dengan keinginan dan niatan saya untuk nikah muda (saja) setelah membaca suatu hadist yang berhasil membuat saya merinding. Duh. Terus, semakin menjadi-menjadi lah saat satu per satu undangan pernikahan mulai berdatangan, saat satu per satu kawan seperjuangan saya mulai menapaki perjuangan barunya dan meninggalkan saya dalam kesendirian. Kadang saya suka membathin gini: ya Allaah bagian saya kapan? Sampai kapan hamba harus menunggu? Huhu #CurcolPoll

Ya, menunggu memang bukan pekerjaan yang menyenangkan tentu saja, saya tahu persis bagaimana rasanya dan semua orang pasti pernah merasakannya. Baik itu menunggu yang remeh temeh seperti menunggu teman untuk bimbingan bersama menghadap dosen tercinta, maupun menunggu yang tidak lagi bisa dibilang remeh temeh seperti menunggu teman hidup untuk menjadi kawan seperjalanan dunia dan akhirat. Uhuk.

Menunggu itu membosankan, kata-kata itu yang sering dilontarkan orang kebanyakan. Tidak dapat dipungkiri, saya sendiri pernah mengalami, bahkan saya pernah sampai di titik jemu dan enggan lagi kalau harus disuruh menunggu. Waktu itu, ingin sekali rasa bilang: aku tuh gak bisa diginiin, adek lelah bang! Tapi gak tahu mau bilang ke siapa. Hehe.

Kalau kamu, pernah sampai seperti itu juga tidak?

Sampai akhirnya saya menemukan cara agar menunggunya saya itu menjadi lebih menyenangkan.

Berawal dari hati saya yang merasa: ini ada yang tidak beres! Waktu itu, rasanya energi dan pikiran saya koq terkuras untuk sesuatu yang 'kurang' produktif ya? Mana ada di luar kendali saya, pula. Menunggu sesuatu, yang saya sendiri pun tidak tahu. Ya, jodoh adalah salah sekian hal yang tidak kita tahu: ia berada di luar kendali kita, baik itu mengenai kapan datangnya ataupun siapa dirinya. Kemudian, akal sehat saya bilang: tidak bisa! Ini tidak bisa dibiarkan. Saya tidak boleh membiarkan waktu saya habis hanya untuk memikirkan dan menunggu sesuatu yang... ah... sudahlah...

Saat itu, saya mulai merenungi. Meraba kembali diri, apa yang sebenarnya saya cari? Mencoba menelusuri ke dasar sanubari hingga akhirnya saya temukan jawaban dan juga sebuah kesadaran. Kesadaran bahwa rupanya saya telah melakukan 'kesalahan' dalam proses 'menunggu' yang saya lakukan. Lantas sayapun mencari pencerahan agar ada sesuatu yang saya peroleh dari kesalahan yang telah saya lakukan. Alhamdulillaah, akhirnya pencerahan dan pelajaran dari kesalahan itu saya dapatkan juga, setelah tujuh purnama saya bertapa. Hehe #Lebay #Maafkan #Becanda. Saya menemukan cara agar menunggu menjadi lebih menyenangkan dan tak hanya sekedar menghabiskan waktu. Tak!

menunggu sesuatu yang entah bagaimana itu


Pencerahan pertama yang saya dapatkan adalah: UBAHLAH PERSPEKTIFMU.

Ya, kesalahan pertama yang saya lakukan waktu itu adalah saya menganggap dan merasa bahwa SAYA SEDANG MENUNGGU. Saya terluput dari berpikir kebalikannya, bahwa SAYA SEDANG DITUNGGU.
Ya, sering kali kita begitu, kan? Kita terlalu sibuk meratapi nasib dengan pikiran dan perasaan bahwa kita sedang menunggu, tidak mencoba berpikir bahwa sesungguhnya kitalah yang sedang ditunggu. Iya, kan? Padahal ya, nyatanya kita memang sedang ditunggu. Ada seseorang di sana yang sedang menunggu kehadiran kita untuk menemani seluruh sisa hidupnya. Acikiciw.

Nah, sesudah itu saya segera mengubah perspektif saya. Melakulan dialog internal dengan seluruh partikel dalam diri saya. And, It's work! Waktu itu saya langsung merasa lebih baik. Ajaib! Dengan mengubah perspektif tersebut mood saya membaik berkali-kali lipat. Ya, saya memang moody orangnya waktu itu. Makanya, dengan mood yang baik itu, hari-hari saya menjadi lebih baik, lebih ceria dan tentunya lebih menyenangkan. Saya mulai bisa berpikir hal-hal positif apa yang bisa saya lakukan. Iya, soalnya sebelumnya saya tidak kepikiran, perspektif menunggu yang kadung ada dalam diri saya waktu itu serupa awan tebal sebelum hujan. Mendung. Kelabu. Merenggut keceriaan saya. Menjadikan hari-hari saya terlihat menyedihkan, kurang menggairahkan. Hmmm, apa kamu juga merasa begitu? Jika iya, cobalah ubah perspektifmu. Sudah saatnya menunjukkan sinarmu, dunia sedang menunggumu. Ya, kamu sedang ditunggu! :)

Nah, untuk pencerahan-pencerahan dan pelajaran yang saya dapatkan dari kesalahan saya itu, saya post dalam postingan selanjutnya ya, agar tidak terlalu kepanjangan dan kamu dapat membaca dengan nyaman.

Semoga sederhana.

˙˙˙
Kamu, iya kamu, terima kasih ya sudah baca :)
Kamu mau tahu tidak kelanjutannya? Kalau mau, tinggalkan jejak di kolom komentar dong *sambil nyodorin pentungan* biar saya semangat gitu nulisnya. Hehe. Lagi manja. Maafkan ya.

—esn—

Menjadi Mahasiswa Berprestasi Sekaligus Aktivis Kampus yang Syumul

Hai. Hai. Apa kabar? Saya kembali lagi, gak sabar ingin berbagi bersamamu lagi nih, habisnya kamu ngangenin sih. #eeaak. Saya tak ingin banyak prolog lah untuk kali ini mah mau langsung saja, nanti kamu juga tidak usah banyak galau ya langsung eksekusi aja. Okay? :)

Well, judul postingannya kurang menjanjikan apa coba? Hihi. Menjadi mahasiswa berprestasi sekaligus Aktivis kampus yang syumul. Kenapa ada kata sekaligus? Karena sependek pengetahuan saya, sekarang ini, keduanya masih ibarat kutub yang berlawanan, setidaknya begitu pandangan orang-orang kebanyakan. Citra mahasiswa berprestasi itu citra mahasiswa yang rajin, akademik oriented dan cepat lulus. Sementara citra aktivis itu citra mahasiswa yang bebas, organisasi oriented dan lama lulusnya. Tapi sikap saya jelas, saya menolak citra tersebut. Penolak saya pernah saya pos di sini.

Baiklah, meskipun judul postingan ini seolah-olah terlihat begitu menjanjikan, tapi, please jangan terlalu berekspektasi tinggi bahwa setelah baca postingan ini kamu langsung aja gitu menjadi seperti judul tulisan ini, karena itu tidak mungkin terjadi, dear. Ya iyalah. Tulisan ini akan menjadi tidak berarti apa-apa tanpa aksi nyata yang kamu lakukan setelah membacanya. Jadi, ya, semua akan tetap tergantung padamu. Da aku mah apa atuh, hanya ingin berbagi dengan seluruh keterbatasan yang saya miliki, syukur-syukur kalau bisa menginspirasi. #azeek.

peran yang pernah terekam mata kamera

Nah, sebelumnya kita samakan persepsi dulu yuk, yang saya maksud dengan mahasiswa berprestasi dan aktivis kampus yang syumul itu apa sih? Check it out!

MAHASISWA BERPRESTASI a.k.a MAPRES a.k.a MAWAPRES adalah Mahasiswa yang memiliki prestasi di bidang akademik dan non akademik dan terpilih secara berjenjang di mulai dari tingkat jurusan, fakultas, universitas hingga nasional.

Catatan ya keyword-nya: prestasi, akademik, non akademik, berjenjang. Dan, dalam konteks tulisan saya ini selain pengertian mahasiswa berprestasi seperti di atas, saya mau nambahanin kriteria dengan: lulus tepat waktu dan menjadi lulusan terbaik. Udah itu saja, nggak banyak-banyak yeee orang itu juga udah kebanyakan kalii. Hehe.

AKTIVIS KAMPUS YANG SYUMUL
Aktivis kampus itu maksudnya adalah mahasiswa yang tidak hanya aktif kuliah saja, tapi aktif berorganisasi juga. Sementara Syumul artinya menyeluruh, tidak hanya terbatas pada satu aspek atau ranah saja.

Jadi, dapat dikatakan bahwa aktivis kampus yang syumul itu adalah aktivis yang segala bisa. Kapasitasnya oke punya. Mau ditempatin dalam ranah apa saja siap sedia. Ditempatkan di lembaga pengkajian dan penelitian (ranah-ranah keilmiahan) bersedia. Dipercaya jadi pimpinan lembaga dakwah kampus (ranah-ranah keagamaan) ayo. Atau 'dipaksa' ngurusin mahasiwa di BEM (ranah-ranah perpolitikan) jalan. Dimanapun ia dibutuhkan, ia siap pasang badan, dan tentunya memiliki kemampuan.

Nah, sudah sama kan ya sekarang persepsi kita? Sekarang kita coba urai satu per satu ya, kiat-kiat untuk menjadi Mahasiswa Berprestasi dan Aktivis Kampus yang Syumul itu apa saja sih? Check it out!

1. Milikilah Jiwa Kepemimpinan yang Baik.
Ya, setiap kita adalah pemimpin. Potensi menjadi pemimpin telah melekat di dalam diri kita. Kita hanya perlu mengasahnya dan untuk mengasahnya tidak cukup hanya dengan teori saja, melainkan perlu praktek langsung di lapangan. Sehingga, saya sarankan, mulai dari sekarang kamu harus mulai aktif memimpin, ya, minimal mulai dari memimpin diri sendiri, mendisiplinkan diri. Seseorang yang mampu memimpin dirinya, in syaa Allaah, akan dapat memimpin yang lain. Jadilah pelopor, bukan pengekor.

2. Milikilah Keterampilan Literasi yang Baik.
Sudah tahu kan kalau langkah awal mengikuti seleksi mahasiswa berprestasi itu bermula dari tulisan? Jika belum, sekarang saya beritahukan bahwa dari makalah hasil penelitian lah cerita itu bermula. Sehingga memiliki keterampian literasi (membaca, membuat tulisan, mengakses informasi dan melakukan penelitian) menjadi suatu keharusan. Sama halnya dengan aktivis kampus, karena nanti kita akan dihadapkan untuk melakukan kajian dan membuat tulisan, entah surat-menyurat, pengumuman atau bahkan pernyataan sikap organisasi. Sehingga keterampilan ini betul-betul harus dikuasai. So, mulai belajar menulis a.k.a membuat tulisan dari sekarang ya.

p.s. biasanya menulis akan lebih mudah setelah kita membaca.

3. Milikilah Keterampilan Komunikasi yang Baik.
Presentasi. Ya, langkah selanjutnya setelah kamu mengikuti seleksi mahasiswa berprestasi—dan tulisanmu terpilih, kamu harus melakukan presentasi di depan para juri. Kamu harus dapat menyampaikan dan menjelaskan secatara jelas dan gamblang mengenai gagasan atau hasil penelitian itu dengan baik. Dengan cara yang baik, dengan gaya bicara yang baik dengan bahasa komunikasi yang baik. Pun sama, ketika menjadi aktivis kampus, memiliki keterampilan komunikasi yang baik adalah keharusan. Karena nanti kamu akan dituntut untuk menyampaikan pendapat, memimpin rapat sampai mensosialisasikan kebijakan-kebijakan organisasi. Maka, mulailah belajar berkomunikasi dengan baik, dengan santun, dengan bahasa yang baik.

4. Milikilah Keterampilan Berbahasa Asing yang Baik.
Ini adalah keterampilan yang harus kamu miliki. Penguasaan terhadap satu atau lebih bahasa asing menjadi nilai lebih dalam pemilihan mahasiswa berprestasi. Dengan keterampilan ini, kamu bisa saja membuat juri terpana hanya dengan melihatmu melakukan presentasi dalam bahasa asing yang fasih dan baik, misalnya. Keterampilan ini juga akan sangat berguna saat kamu menjadi aktivitas kampus, kamu berkesempatan untuk menghadiri kongres atau konferensi internasional sebagai wakil dari organisasimu karena kemampuan berbahasa asingmu oke punya, misalnya. Dan yang lain-lainnya. Intinya, dengan memiliki keterampilan berbahasa asing yang baik, peluang keberhasilanmu akan semakin menaik. Jadi, mulailah belajar bahasa asing sekarang juga. Belajar dengan sungguh-sungguh, ya.

5. Milikilah Prinsip dan Nilai Hidup yang Baik.
Ini sangat penting sekali. Prinsip dan nilai hidup yang kita miliki akan sangat mempengaruhi perihidup kita sehari-hari, perihidup kita sehari-hari akan menjadi kebiasaan diri, kebiasaan inilah yang lama-lama tumbuh menjadi karakter kita. Karakter kita inilah yang akan menentukan bagaimana orang melakukan penilaian terhadap kita. Seorang mahasiswa berprestasi dan aktivis kampus tentulah harus memiliki karakter yang baik. Sebagai seorang muslim, tentunya kita harus memiliki prinsip dan nilai-nilai hidup yang mengacu pada Al-Qur'an dan Sunnah, dan juga perihidup para shalafush shalih.
Atau, untuk lebih mudahnya, kita dapat melakukan imitasi dengan mencontoh perihidup tokoh idola kita. Muhammad Alfatih, yang terkenal sebagai sebaik-baiknya pimpinan dan pasukannya merupakan sebaik-baik pasukan, misalnya. Atau, Nabi kita tercinta, Muhammad SAW dengan segala kebaikan hidup dan kesempurnaan akhlaknya, atau sahabat lainnya, atau siapa saja yang dapat kita tiru kebaikan prinsip dan nilai-nilai hidupnya. So, untuk point ini kamu bisa mulai dari temukan dan tentukan tokoh idolamu sekarang juga. Baca dan pelajari biografinya dan contohlah segala kebaikan prinsip dan nilai-nilai kehidupannya.

6. Milikilah Keterampilan Unggulan.
Ini mengenai keterampilan khas apa yang kamu miliki, keterampilan unik apa yang kamu kuasai. Sesuatu yang dapat membuat kamu dikenal dengan hal itu dan menjadi identitasmu. Dapat berupa keterampilan-keterampilan hidup yang kamu senangi atau hoby yang kamu gandrungi atau passion atau apapun itu yang bernilai positif.
Dan, satu catatannya: kamu harus betul-betul unggul di sana, mahir, jago, harus betul-betul menguasai. Atau, ya, minimal ketika di-test tidak malu-malu-in lah, levelnya harus lebih dari sekedar suka dan bisa show off.
Kalau belum ada, ya, dari sekarang harus memulai mencoba untuk menemukannya. Tidak harus muluk-muluk koq, yang penting kita memilikinya dan minat kita ada di sana. Seneng ngotak-ngatik corelldraw kemudian lama-lama desain kita dikenal bagus kaya cerita adik ipar saya, misalnya, atau apapun lah. So, kalau belum menemukannya, segera temukan, ya.

7. Milikilah Manajemen Waktu yang Baik.
The last but not least, tentang manajemen waktu. Ini adalah kuncinya. Pengaturan waktu yang baik sangat diperlukan untuk menjalankan roda kehidupan kita, sehingga setiap peran hidup kita bisa berjalan dengan baik. Menjadi Mahasiswa Berprestasi sekaligus Aktivitas Kampus dalam waktu yang bersamaan bukanlah suatu hal yang mustahil apabila kita dapat mengaturnya. Apabila kita memiliki strategi dalam me-menej waktu yang kita miliki. Mulailah dengan mencatat peran diri kemudian buatlah jadwal hidup kita sehari-hari. Temukanlah ritme hidup kita sendiri, kemudian manfaatkanlah setiap waktu yang kita miliki. Jangan lupa untuk mencatatkan target-target apa yang harus kita capai selama menjadi mahasiswa, tentukan juga waktunya, dengan cermat dan penuh perhitungan, ya. Ingat, kita masih ada tanggungan juga: harus lulus tepat waktu dan usahakan jadi lulusan terbaik juga, ya.


Baca juga : Semakin Sibuk Kamu, Semakin Efektif Waktumu



Semoga sederhana.

˙˙˙
Oiya, untuk memberi kontribusi di(organisasi)mana saja, tentu kita tidak dapat ujug-ujug ada di sana begitu saja, kita harus tetap mengikuti alur kaderisasinya. Mengikuti kaderisasi dari organisasi dengan ranah yang berbeda membuat pengalaman kita menjadi kaya. Semakin banyak kontribusi yang kita beri, semakin banyak bekal kita untuk masa depan nanti.

—esn—

Selasa, 18 Oktober 2016

Wahai Jiwa-jiwa Yang Tenang Kembalilah Kepada Rabbmu Dengan Hati Yang Puas



Kamu, apakah kamu pernah membayangkan bagaimana nanti kamu akan kembali? Membayangkan dalam kondisi seperti apa kamu kembali nanti? Bertanya diri mau bagaimana saat nanti kamu kembali?

Mungkin kebanyakan dari kita tidak terlalu memerhatikannya. Begitu juga dengan saya, saya pun terluput jika saja tidak diingatkan secara lembut di suatu siang menjelang sore yang berbahagia itu. Ya, di tengah kepenatan saya dengan seluruh aktivitas kampus, selepas dzuhur siang itu saya merasa bahagia yang amat sangat. Siang itu saya hendak bertemu dengan sahabat-sahabat satu lingkaran. Sebuah agenda yang saya tunggu-tunggu setiap pekannya. Melingkar bersama mereka dalam lingkaran cinta. Lingkaran yang mengecil (berkumpul) untuk menguat dan membesar (berpencar) untuk menebar manfaat. In syaa Allaah.

Qadarullaah, ternyata itulah saat pertama saya mulai memiliki sebuah kesadaran baru. Sebuah kesadaran yang kemudian saya jadikan mimpi, saya jadikan impian, keinginan, harapan dan cita-cita terbesar dalam hidup saya ini. Mimpi yang in syaa Allaah akan terus saya perjuangkan selama hayat masih dikandung badan, sepanjang perjalanan menuju kepulangan. Sebuah mimpi untuk berpulang dengan hati yang puas lagi di ridhoi-Nya dan seterusnya, dan seterusnya, sebagaimana yang tercantum dalam ayat-ayat Al Qur'an yang saya favoritkan.

Sungguh, masih saya ingat jelas bagaimana Murabbiyah* saya membacakan terjemahan dari Q.S. Al Fajr ayat 27 sampai 30 pada sejuknya siang di mesjid nan asri tersebut. Saya masih ingat bagaimana saat itu saya merasa meleleh, hati saya terasa melembut, ada serupa buncah dalam dada yang kemudian melumer bersama derai airmata.

"Wahai jiwa-jiwa yang tenang, kembalilah kepada Rabb-mu dengan hati puas lagi di Ridhoi-Nya dan masuklah kamu ke dalam jama'ah hamba-Ku dan masuklah ke dalam syurga-Ku." (Al-Fajr:27-30)

"Sudahkah antunna** mempersiapkan bagaimana nanti antunna hendak berpulang?"

Itulah pertanyaan sederhana yang dilontarkan Murabbiyyah saya. Makjlebb!! Menohok!! Pertanyaan sederhana itu serupa busur panah menancap tepat di hati saya. Pas kena sasaran. Pertanyaan sederhana yang berhasil membuat saya flashback pada kompleksnya perjalanan hidup yang telah saya lalui. Pertanyaan yang menumbuhkan sebuah kesadaran akan hakikat kehidupan.

Entahlah, saya merasa hari itu sangat luar biasa. Mungkin sebenarnya biasa saja, seperti pengajian pada umumnya namun karena disampaikan pada momentum yang tepat sehingga saya merasa menjadi luar biasa. Ya, seringkali kata-kata sederhana akan bisa menjadi sesuatu yang berharga apabila disampaikan pada momentum yang tepat, ia akan membekas di dada, melekat pada ingat. Sementara itu, rangkaian kata-kata indah nan penuh pesona akan menjadi biasa saja apabila disampaikan bukan pada momentum yang tepat.

Saat itu saya mulai bervisualisasi. Mimpi saya tentu saja punya konsekuensi. Hidup dengan jiwa yang tenang bukanlah perkara mudah, meskipun mudah saja untuk dikatakan tapi sungguh tak mudah untuk jalankan. Ketenangan jiwa. Bagaimana saya dapat menghadirkannya? Dengan sifat qanaah, begitu kata Murabbiyyah saya. Lalu, bagaimana agar saya bisa berpulang dengan hati yang puas? Dengan menjalankan seluruh amanah hingga tuntas. Seluruh aspek kehidupan adalah amanah-Nya, maka kita harus menjalankan dengan sebaik-baik versi kita, semaksimal yang kita bisa. Sehingga kita merasa puas, sehingga tidak ada penyesalan nantinya. Itulah yang bisa kita usahakan pada ranah kita sebagai hamba-Nya, selebihnya kita serahkan sepenuhnya pada-Nya. Masih kata Murabbiyyah saya. Dan saya, mulai merencana.

Jangan pernah membayangkan perjalanan hidup kita akan lurus-lurus saja, jangan. Jangan pernah. Ke depan, ujian demi ujian sulit pasti akan menerjang dan ketika masa itu datang maka tugas kita hanyalah berjuang. Tentu saja, berjuang dengan tenang. Karena hidup hanyalah rangkaian-rangkaian perjuangan sepanjang perjalanan menuju kepulangan, sebelum akhirnya kita kembali dan sampai di kampung halaman.


Semoga sederhana.

˙˙˙

*Guru ngaji/Mentor
**Kalian semua

Syurga adalah kampung halaman kita, karena nenek moyang kita (Nabi Adam dan Istrinya: Hawa) berasal dari sana. Mumpung sekarang kita masih di dunia, mari mengumpulkan bekal sebanyak-banyaknya untuk pulang ke sana. Sembari teruslah melafal do'a "Ya Illaahi Rabbi ampunilah kami, tunjukkanlah jalan kami, mampukanlah kami untuk kembali dengan hati yang puas lagi diridhoi dan layakanlah kami untuk menjadi jama'ah hamba-Mu, untuk masuk ke dalam syurga-Mu..."

Aamiin ya Allaah ya Rabbal Alamiin.

—esn—

Ujian Perasaan: Ketika Virus Berwarna Merah Jambu Menyapamu

Aktivis mahasiswa juga manusia. Selayaknya manusia, mereka memiliki perasaan dan perasaan ingin memiliki. Sama, tiada bedanya. Yang berbeda hanya penyikapan atas fitrah perasaan yang kadang menggelayut mesra waktu menuju pembaringan tiba.

VMJ a.k.a Virus Merah Jambu adalah bahasan yang paling menarik untuk dibahas ketika waktu 'melingkar' tiba. Setidaknya, sependek pengamatan saya ketika berada dalam lingkaran bersama teman-teman kemudian membahas tema yang mengenainya, maka pembahasan akan lebih ramai dan antusias dari biasanya. Tidak percaya? Coba saja. Tapi, ijin dulu pada teteh/mbak/akang/abang/kakak mentornya, ya. Hehe.

Seperti virus yang dapat menyerang siapa saja, virus ini juga bekerja dengan cara yang sama. Ia bisa menyerang siapa saja dan kapan saja. Tanpa pilih-pilih orangnya tanpa bisa diduga kedatangannya. Mungkin, di dunia ini hanya ada dua manusia yang mampu membuat virus ini meuntal dan tak mampu menginfeksi sama sekali. Merekalah: Sayyidina Ali RA dan Sayyidatina Fatimah RA. Yang mampu menjaga fitrahnya dengan sangat rahasia, hingga setanpun luput tak dapat mengetahuinya, hingga tiba masa Allaah perkenankan mereka untuk merayakan cinta. Masyaa Allaah.

Virus ini merupakan bahaya laten untuk kehidupan aktivis mahasiswa. Betapa tidak, apabila seorang mahasiswa sudah terkena atau bahkan terinfeksi virus ini mereka bisa saja gelap mata. Masa? Iya! Makanya jangan pernah coba-coba memancing kedatangannya, ya. Hehe. Ya, seperti yang kita tahu seorang bijak pernah berkata: "janganlah pernah engkau menasehati orang yang sedang jatuh cinta, karena itu sia-sia saja." Sebenar apapun kebenaran yang kita sampaikan, tidak akan berarti apa-apa untuknya karena hatinya sedang tertutup pada selain orang yang dicintainya, kecuali Allaah memberi kembali cahaya-Nya. Di sinilah, ujian sedang berlangsung pada perasaannya. Ujian perasaan.

Hati-hati, virus ini sangat suka dengan orang-orang yang lalai dari mengingat-Nya atau lebih sering kita kenal dengan sebutan 'futur' yaitu suatu kondisi dimana seseorang sedang dalam kondisi ruhiyah* yang tidak bagus. Virus ini sangat lembut sekali, hingga kedatangannya tidak kita sadari, tahu-tahu ternyata ia sudah menyerang dan menginfeksi. Saat kita tanpa sadari kita mulai mengagumi kebaikan ikhwan A atau akhwat Z dan berharap kelak mendapat mahram sepertinya, misalnya. Perlahan tapi pasti. Jika tidak segera diobati, maka ia bisa saja segera menginfeksi dan menggerogoti pertahanan demi pertahanan dalam diri.

Lalu, bagaimana sebaiknya sikap kita ketika mendapat Ujian Perasaan itu? Ketika Virus berwarna merah jambu itu hadir menyapaku?

Well, berikut adalah tips yang dapat saya sarankan kepada kengkawan sekalian. Tips ini berdasarkan pada pengalaman pribadi, hehe, cerita sahabat, kisah teman, buku-buku yang pernah saya baca dan kajian-kajian yang pernah saya ikuti. Check it out!
1. Jangan banyak menyendiri
Ketika Virus Merah Jambu terasa mulai menyerang pertahanan kita, hindari untuk banyak menyendiri, karena ketika kita sendiri biasanya bayangannya semakin menjadi, semakin menggoda iman. Pun, ketikapun keadaan memaksa kita untuk menyendiri dan bayangannya mulai menghampiri, segera alihkan perhatian, lakukan hal-hal produktif yang dapat menyibukan pikiran maupun fisik kita.

2. Jangan semakin memperparah infeksi virus merah jambu
Sudah fitrahnya ketika perasaan itu hadir menyapa, rasa-rasanya selalu ingin menyebut-menyebut namanya, telinga menjadi lebih peka ketika mendengar orang lain menyebut namanya, ingin selalu mengetahui kabarnya. Iya, kan? Biasanya untuk memenuhi rasa itu kita mulai sering stalking media sosialnya, curi-curi tanya ketika ada 'forum' yang membahas profilnya, googling segala sesuatu tentangnya. Bukan begitu? Nah, ini juga berbahaya, karena apabila hal-hal tersebut dilakukan maka akan semakin memperparah kondisi kita. Yang bisa kita lakukam saat itu juga adalah berhenti. Berhenti. Berhenti.

3. Cek kembali amalan-amalan harian, setidaknya selama sepekan
Ini adalah hal yang sangat penting dan krusial untuk dilakukan. Karena, bagaimanapun amalanmu akan sangat mempengaruhi aktivitasmu, perasaanmu, semangatmu dan bahkan seluruh aspek kehidupanmu. Coba cek kembali bagaimana:

Shalat Wajibmu. Apakah sudah tepat waktu? Apakah sudah khusyuk? Berjamaah atau masih sering ketinggalan kah?
Sebagiamana telah kita semua tahu bahwa amalan pertama yang akan dihisab nanti adalah shalat kita. Sehingga secara implisit kita diberitahukan ketika ada sesuatu yang tidak beres dalam kehidupan kita, kita harus menghisab dan mengecek kembali bagaimana shalat kita. So, jagalah shalatmu dan biarkan shalat menjagamu.

Tilawahmu. Apakah sudah rutin? Apakah sudah membaca maknanya juga? Apakah sudah mentadaburinya? Ataukah setiap hari terlewat begitu saja tanpa tilawah?
Mengapa tilawah itu penting? Di antaranya karena di sana (Al-Qur'an) merupakan sumber cahaya sekaligus obat dari segala penyakit. Dengan membacanya segala kegelisahan perasaan kita akan terlenyaplan dan kita juga akan mendapatkan pencerahan. Sebagaimana Allaah berfirman dalam kitab-Nya, yang artinya: "Bacalah apa yang telah diwahyukan kepadamu, yairu Kitab (Al-Qur'an) dan dirikanlah shalat. Sesungguhnya shalat itu mencegah dari perbuataan keji dan munkar. Dan sesungguhnya mengingat Allaah (shalat) adalah lebih besar (keutamaannya dari ibadah-ibadah yang lain) Dan Allaah maha mengetahui apa yang kamu kerjakan." (Q.S. Al-Ankabuut: 45).

Kemudian cek juga amalan lainnya seperti shalat sunnah rawatib, dzikir pagi dan petang serta sunnah nafilah lainnya.

4. Perbanyak shalat malam
Shalat di sepertiga malam atau sering disebut Qiyamullail merupakan shalat sunnah yang sangat dianjurkan mengingat banyak sekali manfaat yang akan kita rasakan. Ketika virus merah jambu itu menyerangmu dengan ganas sehingga hatimu sudah tak dapat lagi kamu kendalikan, maka dirikan shalat malam, dan mintalah kepada Pemilik Hati agar 'bolong' yang ada dihatimu itu di'tambal'-Nya, disembuhkan dari sakitnya. Atau, mintalah agar hatimu yang sudah kadung kotor itu agar digantikan-Nya dengan hati yang baru. Hati yang bersih, hati yang baik, sehingga dengan hati itu bersih dan baiklah segala niatan kita, segala perihidup kita, segala perbuatan hidup kita di dunia.

5. Perbanyak Shaum Sunnah
Ketika hati sudah terlanjur terinfeksi, ketika pandangan tak dapat lagi ditundukkan dan pikiran begitu liar berangan. Maka, berpuasalah. Perbanyaklah shaum sunnah. Apakah itu shaum sunnah tiga hari di pertengahan bulan hijriyah (ayyamul bidh), shaum senin-kamis atau bahkan shaum Daud: satu hari berpuasa, satu hari berbuka. Sangat direkomendasikan bagi mereka yang kadung punya rasa, ingin menyalurkan melalui cara yang halal a.k.a menikah belum bisa sementara gejolak semakin menbuncah dada. Sabar dan terus berpuasa, dengan puasa, in syaa Allaah, akan dapat meredam gejolak yang membara.

6. Lakukan 'pengentalan' diri
Ketika diri sudah berusaha sekian rupa untuk tidak terserang virus merah jambu yang lebih parah lagi, sementara kondisi memaksa untuk tetap melakukan interaksi karena kepentingan yang lain. Maka, bersabarlah dan minta tolong pada-Nya agar diri tetap terjaga dan bisa juga dengan melakukan 'pengentalan' diri. Apa itu pengentalan diri? Adalah usaha yang dilakukan seseorang untuk selalu terkoneksi dengan Rabb-Nya. Ijinkan saya memberikan sebuah kisah yang saya dapatkan dari teman saya. Terkisah ada seorang aktivis mahasiswa yang luar biasa menjaga diri, kemampuannya dalam memimpin membuatnya terpilih sebagai pimpinan tertinggi organisasi. Selayaknya pimpinan yang mesti ada yang mengagumi, ia pun sama, banyak perempuan yang nge-fans padanya, mana ia ganteng pula. Alhamdulillahnya, ia pandai menjaga dirinya. Tak ada yang ia biarkan memasuki hatinya, hatinya ia jaga untuk seseoranh yang Allaah takdirkan untuk menjaga mahramnya. Namun begitulah, godaan semakin hari semakin menjadi. Hingga ia merasa takut sekali hatinya akan ternodai. Sambil memohon pertolongan ia shalat sunnah dhuha di sekretariat organisasi pimpinannya, dan ia merasa tenang setelah shalat dan terkoneksi langsung dengan Rabb-Nya. Dari sana ia berniat untuk melakukan shalat setiap kali ia mulai merasakan ada yang hendak menyelusupi hati. Shalat mutlak. Itulah metode yang ia pilih untuk pengentalan diri.

7. Langkah Berani: Segera nikahi atau menawarkan diri
Well, ketika rasa itu menyapa dan kemampuan (ilmu, mental, finansial dan restu orang tua) sudah ada, maka ambilah tindakan segera agar tidak lama bergelimang dosa dan segera berganti dengan pahala. Datangi walinya dan Nikahi ia apabila kamu ikhwan. Tawarkan diri melalui perantara yang dapat dipercaya apabila kamu ahkwat. Tapi, dengan catatan lakukan semuanya sesuai dengan yang disyariatkan dan no khalwat** untill akad.

Semoga sederhana.

˙˙˙

* bagian diri manusia: berkenaan dengan jiwa, hati.
** berinteraksi, berdua-duaan tanpa mahram.

Perasaan adalah fitrah. Bagaimana kita menyikapi dan mengelolanyalah yang akan menentukan apakah itu menjadi anugerah atau malah musibah.

—esn—

Amanah Yang Berat Membuat Kita Semakin Erat

Apakah saya pernah bilang bahwa amanah akan terus mengejar sekeras apapun usaha kita untuk menghindar? Bila belum, maka saya katakan itu sekarang. Ketika memang kita sudah digariskan-Nya untuk menanggung sebuah amanah, sekeras apapun kita berusaha menghindar, ia akan terus mengejar. Karena apa? Karena amanah tidak akan pernah salah memilih pundak, begitu katanya.

Tapi sungguh amanah itu tidak mudah. Tidak akan dapat kita menanggungnya kecuali dengan berjamaah. Berkolaborasi bersama-sama, bahu membahu hingga tuntas setuntas-tuntasnya. Alhamdulillaah, Allaah SWT tidak membiarkan saya sendirian. Mereka Allaah SWT kirimkan sehingga amanahpun dapat lekas tertunaikan.

Tercatat di akhir tahun 2012, perkenalan pertama saya dengan kebanyakan dari mereka karena ada salah satu dari mereka yang telah saya kenal sebelumnya. Bersama mereka saya menghabiskan banyak waktu bersama sepanjang tahun 2013 dan setelahnya. Kami berbeda jurusan meskipun masih satu angkatan. Tak pernah dipercayakan dalam amanah yang sama juga sebelum-sebelumnya. Kepengurusan kami di tahun 2013 adalah untuk pertama kalinya kami berada dalam garis perjuangan yang sama.

tujuh serangkai yang semoga menjadi ca.bi.syur.
Semakin hari kami merasa amanah kami semakin berat. Tekanan yang kami rasakan semakin kuat. Tapi siapa sangka, semua itu membuat ukhuwah kami semakin erat. Membuat masing-masing kami semakin lekat. Hingga kadang kami harus saling berbagi cokelat. Betulan. Tekanan yang kami hadapi kadang membuat kami ini membutuhkan sesuatu untuk merilekskan diri, dan pilihan kami jatuh pada ini: es krim dan cokelat.

Sekali lagi, amanah yang berat dan waktu yang singkat menjadikan kami semakin erat. Banyak hal yang berkaitan dengan organisasi tak mampu kami selesaikan di sekretariat karena waktu yang singkat. Akhirnya mau tidak mau kami 'bekal' ke kosan, kemudian kami bahu membahu untuk menyelesaikan pekerjaan itu. Bergadang bersama, bahkan kadang kami kerjakan semalaman dan hanya tidur secara berganti-gantian. Ah, sungguh sebuah kenangan yang tak terlupakan.

Bersama mereka saya belajar mendewasa, meredam ego diri untuk kepentingan bersama. Belajar banyak mendengar tanpa merasa diri yang paling benar. Belajar banyak bersabar dan bersyukur benar-benar. Amanah yang berat membuat kami menjadi semakin erat. Berbagi beban, bersama-sama bertahan. Berbagi lelah, berharap agar tetap Lillah. Berbagi airmata, hingga sampai di penghujungnya.

Saat engkau merasa amanah di pundakmu semakin berat, berbagilah. Amanah yang berat akan membuat ukhuwahmu semakin erat. In syaa Allaah.

Semoga sederhana.

˙˙˙

Kawan, perjalanan ini tidak ringan, tapi bersama kalian saya merasa tidak terlalu beban.

Kawan, perjalanan ini sungguhlah berat, tapi bersama kalian saya merasa tetap bersemangat.

Kawan, perjalanan ini sungguh tak mudah, tapi bersama kalian saya menjadi memiliki memori indah.

Kawan, perjalanan ini sungguh sangat melelahkan, tapi bersama kalian aku sanggup untuk bertahan.

Kawan, terimakasih sudah menguatkan, terimakasih atas setiap kebersamaan, terima kasih atas bala bantuanmu itu, kawan.

Kalian adalah ingatan yang merekam sepenggal kisah perjalanan. Kalian adalah memori yang merekam metamorfosis diri. Kalian adalah abadi yang kehadirannya sama-sama kita syukuri. Kalian adalah harapan semoga di masa depan kita kembali dibersamakan.

—esn—

Senin, 17 Oktober 2016

Semakin Kamu Sibuk, Semakin Efektif Waktumu

Waktu adalah pedang, begitu sang bijaksana mengibaratkannya. Sementara itu, orang Barat bilang bahwa waktu adalah uang. Meskipun dalam perumpamaan berbeda, keduanya memiliki nilai yang sama, sama-sama alat yang (pertahanan) berharga. Dan, memang begitulah hakikat waktu, begitu berharga dan selamanya tidak pernah sama: tidak akan ada waktu yang sama untuk kedua kalinya. Dari sini saja, sudah jelas terlihat bahwa kita harus betul-betul dapat memanfaatkannya, menggunakannya dengan sebaik-baiknya.

Manajemen waktu. Pernahkah mendengar kata-kata itu? Yap, betul biasanya menjadi materi training motivasi yang cukup diminati. Meskipun mungkin tidak menyeluruh, dalam postingan kali ini saya juga akan berbagi mengenai bagaimana me-menej waktu ini. Ya, seperti biasa berdasarkan pada pengalaman yang pernah saya lakukan. Hehe.

Kamu percaya tidak kalau saya bilang bahwa sibukkanlah dirimu karena itulah sebaik-baiknya cara untuk menejemen waktumu? Ya, terlepas kamu mau percaya atau tidak tapi itulah kenyataannya. Kenyataan yang rasakan dimana saya berhasil me-menej waktu dengan baik di saat saya sedang sibuk-sibuknya. Indikator keberhasilannya pun jelas ada dan 'terindera' dalam bentuk hasil studi saya. Yap, saya berada pada top level pada saat saya sedang sibuk-sibuknya menjadi top leader di organisasi saya. Alhamdulillaah.


Sebetulnya sama, ketika mendapati hal tersebut saya serasa percaya-tak percaya. Bukan apa-apa, semester sebelumnya saja yang dimana saya tidak sesibuk semester itu hasil studi saya tak sempurna, apalagi semestet itu ketika saya dalam kondisi sibuk-sibuknya mengurusi organisasi, pikir saya waktu itu. Meskipun saya memang selalu mengusahakan yang terbaik dalam apapun yang saya kerjakan, ke-tidak-percaya-diri-an itu kadang tetap membayang. Namun ternyata, kenyataan berkata lain, di saat saya sedang sibuk-sibuknya memimpin, memikirkan dan mengurusi organisasi yang saya gawangi, di saat yang sama hasil studi saya mendapatkan nilai sempurna. Alhamdulillaah. "Maka nikmat Tuhan yang mana lagi kah yang kau dustakan?" (Q.S. Ar Rahman:8)

Setidaknya dari peristiwa tersebut saya menarik kesimpulan menjadi dua hal. Pertama, Waktu paling efektif justru ada dimana kita sedang berada dalam kondisi paling sibuk-sibuknya. Kenapa? Karena dengan sibuk kita akan bersegera dan menjadi fokus dengan apa yang kita kerjakan. Ya, bersegera adalah lawan kata dari menunda-nunda—seperti yang biasa kita lakukan. Kebiasaan inilah yang membuat waktu menjadi tidak efektif, membuat manajemen waktu kita kacau balau. Dengan sibuk, kita akan bersegera karena menyadari masih banyak hal yang harus kita lakukan dan fokus. Fokus ini menjadi penting, karena fokus membuat kita tidak perlu membuang waktu untuk melakukan pekerjaan yang sama untuk kedua kalinya, mencontek catatan teman karena ketika kuliah kita gagal fokus, misalnya. Sangat tidal efektif, bukan? Ya, dengan sibuk, manajemen waktu kita akan berada pada tahap sempurna, karena ia berjalan secara alami, secara natural, dengan kesadaraan bukan paksaan. Dan, kitapun menjadi melakukan apa yang telah Allaah SWT firmankan: "Maka apabila kamu telah selesai (dari suatu urusan), kerjakanlah dengan sungguh-sungguh (urusan) yang lain." (Q.S. Al Insyirah: 7). Alhamdulillaah.

Kedua, pergunakan sebaik-baiknya waktu yang kamu miliki, karena ia tidak akan terulang dua kali. Lakukan yang terbaik dalam setiap apapun tugas, pekerjaan dan amanahmu. Lakukan yang terbaik dalam apapun itu, selagi saat itu adalah waktumu. Jangan sampai menyesali diri ketika masamu itu pergi, tak lagi jadi milikimu. Ingat ya, bahwa segala sesuatu itu ada masanya, semua akan dipergilirkan-Nya. Maka, selagi itu masamu, pergunakanlah waktumu dengan sebaik-baiknya versimu.


Semoga sederhana.

˙˙˙
Orang sibuk tidak akan pernah mengatakan bahwa ia sibuk. Orang sibuk hanya akan melakukan yang terbaik, karena ia menyadari waktu yang sudah pergi tak akan pernah kembali dan ia tak ingin menyesali.

—esn—

Melangit Dengan Ukhuwah, Membumi Dengan Manfaat

Adalah kami serangkaian orang-orang 'terpilih' atau mungkin 'terjerumus' untuk menjadi pengurus organisasi saat teman-teman seangkatan kami masih enak-enaknya menjadi anggota saja. Konon bidang kami memang terkenal sebagai bidang yang di'pegang' angkatan muda, agar bisa akselerasi katanya, Bidang Agama namanya, atau mungkin di organisasi lain lebih dikenal dengan sebutan Rohis-nya.

Baiklah, ini adalah debut pertama saya, pertama kalinya seumur hidup saya, saya berani mengambil keputusan untuk menjadi pengurus rohis. Ya, saya tidak pernah menjadi anggota apatah lagi pengurus rohis dalam berbagai organisasi yang saya ikuti sebelum-sebelumnya: semenjak sekolah menengah pertama, dulu. Meskipun, dapat dikatakan rata-rata teman saya adalah anak rohis tapi saya tidak ikut-ikutan mengikuti jejak mereka. Waktu itu, bagi saya rohis itu urusan langit, tak tergapai tangan dan terlalu takut kalau-kalau saya tidak dapat mempertanggungjawabkan apa yang saya lakukan. Ya, padahal kan semua organisasi sama saja ya, kita akan diminta pertanggungjawaban juga pada akhirnya, di depan persidangan-Nya. Hanya, itulah saya dulu, saya hanya membolehkan diri saya ikut dalam kegiatannya, tidak untuk ikut mengurusinya.

Qadarullaah, semua menjadi berbeda ceritanya ketika saya menyandang status mahasiswa. Pikiran saya mulai terbuka dan mampu mengambil sudut pandang dari perspektif yang beda. Tujuan saya masuk rohis waktu itu, tentu saja tidak muluk untuk merubah segala kerusakan moral yang ada misalnya, tidak. Saya hanya bertujuan untuk mendapatkan lingkungan kondusif dalam rangka memperbaiki diri dan memberi sedikit kontribusi dengan apa yang saya miliki: waktu, pikiran dan tenaga. Alhamdulillaah. Dimana ada tujuan disitu ada jalan. Saya banyak belajar di sini, dengan segelintir pengurus yang masih dapat dihitung jari. Untungnya, jalinan silaturahmi dengan pengurus sebelumnya terjalin dengan baik sehingga kami masih dapat meminta bimbingan ketika mendapatkan kesulitan.
para pejuang lintas angkatan

Apa yang saya tulis dalam judul postingan ini: Melangit dengan Ukhuwah, Membumi dengan Manfaat, merupakan tagline turunan dari generasi ke generasi. Berada dalam barisan bersama mereka, sungguh membuat saya bahagia tiada terkira. Ditengah berbagai kesibukan mengurusi organisasi ini, selalu ada waktu yang diluangkan untuk memenuhi hak diri: mendapatkan santapan ruhani. Ah, begitu banyak pelajaran hidup yang saya dapatkan dalam sebuah keluarga yang sama sekali tidak terikat hubungan darah ini. Masih ingat betul bagaimana dulu saya dipercaya untuk menggawangi divisi kemuslimahan, meskipun masih begitu jauh dari harapan, dengan bimbingan semuanya saya bisa menuntaskan yang bisa saya lakukan. Ah, begitu banyak kenangan yang akan selalu saya kenang sepanjang zaman. In syaa Allaah. 

Dalam kesempatan ini saya ingin berterimakasih kepada mereka semua, mereka yang selalu ada dan menguatkan saya di masa awal-awal hijrah. Semoga kita dapat selalu melangit dengan ukhuwah: memiliki mimpi dan cita-cita yang setinggi langit dan saling mengokohkan dengan ukhuwah kita untuk dapat mencapainya, membumi dengan manfaat: menebar kebaikan dalam segala peran kita di alam semesta, dimanapun kini kita berada.

Semoga Sederhana.

˙˙˙
Mudah-mudahan suatu saat kita bisa kembali berkumpul bersama, pada waktu yang telah ditetapkan-Nya.

—esn—

Mentoring: Bukan Segala-galanya Tapi Segala-galanya Bermula Darinya

Memang, mentoring bukanlah segala-galanya tapi segala-galanya bermula darinya. In syaa Allaah saya dapat menggaransi kata-kata yang bukan kata-kata hasil pemikiran saya itu, hanya saja saya sendiri telah merasakannya. Merasakan betapa nikmatnya mentoring.

gambar diambil dari google.
Alhamdulillaah, saya bersyukur sekali dalam perjalanan hidup saya menuju kepulangan ini saya diberikan kesempatan oleh-Nya untuk berkenalan dengan mentoring. Saya berkenalan dengan ketika dulu saya masih menjadi mahasiswa baru untuk pertama kalinya. Sebuah perkenalan yang tidak terlalu menggoda sebetulnya, namun Alhamdulillaah setelahnya menjadi sangat mempesona.

Di kampus saya ada kegiatan Tutorial yang sifatnya wajib diikuti oleh seorang mahasiswa baru yang beragama Islam, setiap satu pekan sekali, ada yang kebagian hari Sabtu ada juga yang kebagian hari Ahad atau Minggu. Saya waktu itu mendapat bagian hari Ahad, kalau tidak salah. Awalnya, saya merasa ogah-ogahan karena pikiran saya waktu itu adalah akhir pekan waktunya bermalas-malasan melakukan hal-hal lain di luar perkuliahan. Namun, saya juga merasa penasaran mentoring itu ngapain aja sih, ya, ada sebuah rasa keingin tahuan dalam diri.

Pagi-pagi sekali, saya harus pergi ke kampus tepatnya menuju mesjid kampus untuk mengikuti Tutorial yang dilanjutkan dengan mentoring. Artinya apa? Artinya saya harus mandi pagi. Ya, saya tidak bermasalah dengan harus bangun pagi karena sudah menjadi kebiasaan sehari-hari, tapi untuk mandi pagi, di hari—yang sebenarnya—libur merupakan tantangan tersendiri. Kamu tahu kan UPI? Iya kampus pendidikan yang letaknya menuju Lembang itu. Tahu kan Lembang dinginnya seperti apa? Nah, iya!

Pertama kali ikut Tutorial sejujurnya biasa saja, karena isinya hanya perkenalan dan pembacaan aturan-aturan gitu. Lalu, dilanjutkan dengan mentoring. Tidak jauh berbeda, mentoringpun untuk pertemuan pertama isinya perkenalan saja. Bedanya, perkenalan waktu mentoring itu lebih greret. Karena apa? Karena lebih personal dan panjang lebar. Kita menjadi tahu profil teman mentoring kita secara cukup detail. Teman-teman saya waktu itu bermacam-macam: jurusannya, hobynya, karakternya dan pengalamannya mengikuti mentoring ini. Yang baru pertama kali seperti saya juga ada.  Yang sudah pernah, ada. Saat diminta pendapat mengenai bagaimana rasanya ikut mentoring sebelumnya, ia cuma bilang: "pokonya mentoring itu memang bukan segala-galanya tapi segala-galanya bermula dari mentoring." Jawabnya mantap, tapi entahlah sulit rasanya untuk saya cerna. Nah, dari segala perbedaan itu, kita semua —termasuk Teteh Mentornya— memiliki satu kesamaan yang sama, yakni sama-sama ingin menjadi pribadi muslimah yang shalih. Dan, ya, dan menshalihkan, begitu tambahan yang diberikan Teteh mentornya.

Aha! Saya mendapat kosakata baru: Muslimah yang shalih dan menshalihkan. Sepanjang perjalanan pulang kata-kata itu terus terngiang, saya ingin mendapatkan perjelasan lebih, berhubung waktu mentoring hari ini tidak memungkinkan untuk mengajukan pertanyaan, saya harus bersabar menunggu pekan depan. Saya mulai merasakan ketertarikan. Alhamdulillaah.

gambar diambil dari google

Pekan demi pekan pun berlalu, saya mulai mendapatkan pencerahan-pencerahan baru, cakrawala berpikir saya mulai terbuka, wawasan saya bertambah pada segala macam subyeknya. Utamanya, mengenai siapa diri kita yang mengaku muslim ini. Saat mengetahui hal itu, saya mulai mengkomparasi dan sungguh masih jauh sekali diri ini dengan yang disebut muslim sejati. Ya, Illaahi Rabbi, ampuni hamba-Mu ini. Seiring dengan bertambahnya pengetahuan dan pemahaman agama saya, perlahan tapi pasti, saya mulai menemukan jati diri, melalui mentoring ini, saya berproses selalu untuk menjadi seorang pribadi yang jauh lebih baik dari waktu ke waktu.

Hingga saya sampai pada saat dimana langkah saya dituntun-Nya, hati saya dibisikan-Nya kemantapan untuk berhijrah. Alhamdulillaah. Dan, di sana barulah saya memahami maksud perkataan seorang teman saya yang telah terlebih dahulu merecap manisnya hidayah. Dan, ya, saya sepakat bahwa mungkin mentoring bukan segala-galanya tapi segala-galanya bermula dari mentoring. Saya sudah merasakannya. Tidakkah kamu ingin merasakannya juga? :)


Semoga sederhana.

˙˙˙

Manusia berproses untuk menemukan sebetulnya aku: the real ultimate me, dan mentoring membantu mengakselerasi prosea itu.

—esn—