Minggu, 16 Oktober 2016

Jilbabers: Label Baru Pasca Hijrahku

aku malu atas diriku yang dulu

tak menjalankan syariat-Mu, aku malu

aku malu tergoda bujuk semu

tak patuhi aturan-Mu, aku malu

aku malu pada mereka yang lebih dulu

tak bersegera setelah aku tahu, aku malu

aku malu... pada-Mu...


Alhamdulillaah, pada akhirnya dengan kemantapan yang dibisikan-Nya pada hati saya, saya memutuskan untuk berhijrah. Ya, berhijrah lahir dan bathin saya. Mentaubati dosa-dosa saya di masa lalu dan juga mengganti pakaian masa lalu saya. Benar sekali, saya mulai berpakaian yang sesuai dengan yang disyariatkan agama atau dikenal dengan berpakaian syar'i. Alhamdulillaah wa Syukurillaah.

Jangan bayangkan saya langsung beli dan punya banyak pakaian syar'i, ya. Tidak sampai seperti itu, koq. Meski pengennya sih begitu. Hehe. Tapi, ya, bagaimanapun saat itu saya hanyalah seorang mahasiswa yang hidup dengan mengandalkan beasiswa dari orang tua dan kemudian dari kampus juga sih. Jumlahnya? Ya, cukup lah untuk membayar biaya kuliah dan biaya hidup sehari-hari saya, tapi tidak cukup untuk langsung beli banyak pakaian syar'i.

Lantas, apakah saya berpakaian yang itu-itu saja? Hehe. Tentu saja tidak, saya mencoba menyiasati untuk tetap berpakaian syar'i dengan pakaian-pakain yang saya punya. Pakaian atasan saya sudah 'cukup' syar'i kebayangan berlengan panjang dan yang pendek saya tutupi dengan cardigan. Kerudung saya yang tipis saya double seperti yang sudah saya ceritakan di sini. Yang menjadi permasalahan adalah pakaian bawahan saya. FYI, saya itu dulunya tomboy sekali. Hehe. Dua. Saya hanya memiliki dua rok dalam seluruh koleksi pakaian saya. Satu rok yang dipaksa dibeli oleh Mamah dan satu rok lagi, rok hitam bekas kegiatan Masa Orientasi Kampus dulu. Sudah itu tok. Sehingga melihat kondisi ini, saya putuskan untuk membeli satu buah rok lagi. Kalau tidak salah ingat, rok pertama yang sama beli pasca hijrah itu berwarna cokelat susu, harganya empat puluh lima ribu, di beli dari toko pakaian muslimah sekitar kampus. Di jajaran pertokoan yang sama saya juga beli manset tangan dan juga kaos kaki. Alhamdulillaah, dengan keterbatasan tersebut saya masih bisa tetap syar'i dalam berpakaian keseharian seperti yang telah saya niatkan.

Saya ingat, hari pertama saya menggunakan rok dan jilbab yang lebar ke kampus, saya merasa seakan-akan semua mata tertuju padaku. Huhu. Saya malu. Bahkan, beberapa teman mulai memanggil saya dengan sebutan ukhti dan hal itu cukup kentara sekali, biasanya hanya Matahari yang mendapatkan panggilan seperti itu di kelas.

Ketika saya mulai memakai pakaian syar'i, hal tersebut memang tidak cukup banyak yang mengetahui, kecuali teman-teman kelas, tetangga kosan, orang yang berpapasan dan lingkaran pertemanan terdekat saya saja. Sampai suatu hari, sampailah berita tersebut pada teman-teman seangkatan saya hingga teman-teman waktu saya SMA. Beritanya nggak kalah fenomenal: "Si ESN sekarang sudah jadi Jilbabers", "Si ESN sekarang sudah jadi Ukhti-ukhti". Dan, semua menjadi penasaran pada penampilan saya. Wkwk. Hmmm, tahu kah? Sampai pernah ya, ceritanya, ditengah-tengah jam kuliah, hape saya terus bergetar. Ternyat eh ternyata ada orang yang sengaja menyempatkan diri untuk menelepon saya berkali-kali karena tak segera mendapat respon karena saya sedang ada kelas tadi, hingga setelah selesai kuliah dia menelepon kembali. Keperluannya apa coba? Ya, hanya untuk mengkonfirmasi apakah benar saya sudah menjadi Jilbabers dan Ukhti-ukhti? Duh. Niat sekali.

Tapi semua itu hanya terjadi di awal saja, lama kelamaan saya menjadi terbiasa dengan sendirinya. Alhamdulillaah. Ya, mungkin hal tersebut adalah ujian niat. Ujian kemantapan hati. Ujian kesungguhan. Ujian keseriusan dalam menjalankan apa yang telah diputuskan. Alhamdulillaah, kini semua itu sudah terlewati.

Semoga sederhana.

˙˙˙
Dear kamu yang sedang berniat untuk berhijrah, jangan ragu untuk melangkah. Jangan takut pada 'apa kata orang'. Jangan takut untuk menjalani apa yang kamu yakini. Selama lurus niat hijrahmu, in syaa Allaah Ia akan mempermudah setiap langkahmu. Dan, setiap manusia akam disampaikan pada apa yang ia niatkan (alhadist).

—esn—



Tidak ada komentar:

Posting Komentar