Rabu, 19 Oktober 2016

Menunggu Itu Menyenangkan: Agar Menunggu Tak Sekedar Menghabiskan Waktu

Ehem. Test. Test. Satu. Dua. Tiga. Percobaan.

Okay, Siapa di sini yang sedang menunggu kedatangan sang pangeran impian? Ciyee. Dag dig dug der ya, jeng? Apalagi kalau ingat usia yang semakin hari semakin berkurang jatah hidupnya, ya? Eh, Itu mah saya aja, deng. Hehe. Tapi, iya, saya pernah mengalami masa-masa itu. Dan, kondisi saya itu diperparah dengan keinginan dan niatan saya untuk nikah muda (saja) setelah membaca suatu hadist yang berhasil membuat saya merinding. Duh. Terus, semakin menjadi-menjadi lah saat satu per satu undangan pernikahan mulai berdatangan, saat satu per satu kawan seperjuangan saya mulai menapaki perjuangan barunya dan meninggalkan saya dalam kesendirian. Kadang saya suka membathin gini: ya Allaah bagian saya kapan? Sampai kapan hamba harus menunggu? Huhu #CurcolPoll

Ya, menunggu memang bukan pekerjaan yang menyenangkan tentu saja, saya tahu persis bagaimana rasanya dan semua orang pasti pernah merasakannya. Baik itu menunggu yang remeh temeh seperti menunggu teman untuk bimbingan bersama menghadap dosen tercinta, maupun menunggu yang tidak lagi bisa dibilang remeh temeh seperti menunggu teman hidup untuk menjadi kawan seperjalanan dunia dan akhirat. Uhuk.

Menunggu itu membosankan, kata-kata itu yang sering dilontarkan orang kebanyakan. Tidak dapat dipungkiri, saya sendiri pernah mengalami, bahkan saya pernah sampai di titik jemu dan enggan lagi kalau harus disuruh menunggu. Waktu itu, ingin sekali rasa bilang: aku tuh gak bisa diginiin, adek lelah bang! Tapi gak tahu mau bilang ke siapa. Hehe.

Kalau kamu, pernah sampai seperti itu juga tidak?

Sampai akhirnya saya menemukan cara agar menunggunya saya itu menjadi lebih menyenangkan.

Berawal dari hati saya yang merasa: ini ada yang tidak beres! Waktu itu, rasanya energi dan pikiran saya koq terkuras untuk sesuatu yang 'kurang' produktif ya? Mana ada di luar kendali saya, pula. Menunggu sesuatu, yang saya sendiri pun tidak tahu. Ya, jodoh adalah salah sekian hal yang tidak kita tahu: ia berada di luar kendali kita, baik itu mengenai kapan datangnya ataupun siapa dirinya. Kemudian, akal sehat saya bilang: tidak bisa! Ini tidak bisa dibiarkan. Saya tidak boleh membiarkan waktu saya habis hanya untuk memikirkan dan menunggu sesuatu yang... ah... sudahlah...

Saat itu, saya mulai merenungi. Meraba kembali diri, apa yang sebenarnya saya cari? Mencoba menelusuri ke dasar sanubari hingga akhirnya saya temukan jawaban dan juga sebuah kesadaran. Kesadaran bahwa rupanya saya telah melakukan 'kesalahan' dalam proses 'menunggu' yang saya lakukan. Lantas sayapun mencari pencerahan agar ada sesuatu yang saya peroleh dari kesalahan yang telah saya lakukan. Alhamdulillaah, akhirnya pencerahan dan pelajaran dari kesalahan itu saya dapatkan juga, setelah tujuh purnama saya bertapa. Hehe #Lebay #Maafkan #Becanda. Saya menemukan cara agar menunggu menjadi lebih menyenangkan dan tak hanya sekedar menghabiskan waktu. Tak!

menunggu sesuatu yang entah bagaimana itu


Pencerahan pertama yang saya dapatkan adalah: UBAHLAH PERSPEKTIFMU.

Ya, kesalahan pertama yang saya lakukan waktu itu adalah saya menganggap dan merasa bahwa SAYA SEDANG MENUNGGU. Saya terluput dari berpikir kebalikannya, bahwa SAYA SEDANG DITUNGGU.
Ya, sering kali kita begitu, kan? Kita terlalu sibuk meratapi nasib dengan pikiran dan perasaan bahwa kita sedang menunggu, tidak mencoba berpikir bahwa sesungguhnya kitalah yang sedang ditunggu. Iya, kan? Padahal ya, nyatanya kita memang sedang ditunggu. Ada seseorang di sana yang sedang menunggu kehadiran kita untuk menemani seluruh sisa hidupnya. Acikiciw.

Nah, sesudah itu saya segera mengubah perspektif saya. Melakulan dialog internal dengan seluruh partikel dalam diri saya. And, It's work! Waktu itu saya langsung merasa lebih baik. Ajaib! Dengan mengubah perspektif tersebut mood saya membaik berkali-kali lipat. Ya, saya memang moody orangnya waktu itu. Makanya, dengan mood yang baik itu, hari-hari saya menjadi lebih baik, lebih ceria dan tentunya lebih menyenangkan. Saya mulai bisa berpikir hal-hal positif apa yang bisa saya lakukan. Iya, soalnya sebelumnya saya tidak kepikiran, perspektif menunggu yang kadung ada dalam diri saya waktu itu serupa awan tebal sebelum hujan. Mendung. Kelabu. Merenggut keceriaan saya. Menjadikan hari-hari saya terlihat menyedihkan, kurang menggairahkan. Hmmm, apa kamu juga merasa begitu? Jika iya, cobalah ubah perspektifmu. Sudah saatnya menunjukkan sinarmu, dunia sedang menunggumu. Ya, kamu sedang ditunggu! :)

Nah, untuk pencerahan-pencerahan dan pelajaran yang saya dapatkan dari kesalahan saya itu, saya post dalam postingan selanjutnya ya, agar tidak terlalu kepanjangan dan kamu dapat membaca dengan nyaman.

Semoga sederhana.

˙˙˙
Kamu, iya kamu, terima kasih ya sudah baca :)
Kamu mau tahu tidak kelanjutannya? Kalau mau, tinggalkan jejak di kolom komentar dong *sambil nyodorin pentungan* biar saya semangat gitu nulisnya. Hehe. Lagi manja. Maafkan ya.

—esn—

Tidak ada komentar:

Posting Komentar